كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ PECINTA RASULULLAH.COM menyajikan artikel-artikel faktual sebagai sarana berbagi ilmu dan informasi demi kelestarian aswaja di belahan bumi manapun Terimakasih atas kunjungannya semoga semua artikel di blog ini dapat bermanfaat untuk mempererat ukhwuah islamiyah antar aswaja dan jangan lupa kembali lagi yah

Senin, 30 April 2012

MAHABBAH ATAU CINTA MENURUT ULAMA TASAWUF





MAHABBAH ATAU CINTA MENURUT ULAMA TASAWUF
>Sufyan as-sauri: mengikuti perilaku Rasulullah SAW.
>Al-junaid al baghdadi: Allah menghalangi atas orang yg hatinya ada fikiran dunia.
>Dzun nun al-misry: berkatalah kepada orang yg cinta pada Allah "takutlah kamu direndahkan karna mencintai selain Allah".
>As-sybli: orang ma'rifat apabila berbicara maka binasa, begitu pula orang yg cinta bila berdiam juga binasa.
>Rabiah al-adawiyah: barangsiapa yg menunjukkan pada kekasihku (Allah).
>Pembantu rabiah: kekasihku ada bersamaku, namu dunia telah memutuskannya.
>Ibn jala': Allah memberi wahyu pada Musa as, "sungguh ketika aku memberi tahu akan rahasia pada seorang hamba, maka aku tak menemukan kecintaan pada dunia dan akhirat krn telah penuh kecintaannya padaKU dan penjagaanKU".
>Ibrahim bin adham: ya Allah, sungguh engkau mengengetahui bahwa surga tak terbesit padaku sesayap lalat pun, engkau memulyakanku dg mencintaiMU, dan membahagiakanku dg mengingatMU, dan memberi waktu agar tafakur pada keagunganMU.
>As-sariy: barangsiapa cinta Allah maka dia hidup, bila cinta dunia maka akan keras (hatinya), dan orang bodoh tiap pagi-sore selalu bergantung pada dunia, dan orang pandai bila mengetahui celanya akan lari darinya.
>Abu yazid al-bustomi: seorang pecinta tak akan mencintai dunia dan akhirat, karna cintanya hanya penuh pada penciptanya (Allah).
>Al-khowas: hancurnya segala keinginan, dan terbakarnya sifat ketergantungan dan semua hajat (dunia akhirat).
>Sahl: Allah melunakkan hati seorang hamba karna telah mampu "melihat"NYA setelah faham apa yang diinginkannya.
>Harm bin hibban: orang mukmin tatkala mengetahui Tuhannya maka akan mencintaiNYA, bila sudah mencinyaiNYA maka akan memfokuskanNYA, dan ketika menemukan manisnya fokus padaNYA maka tak akan melirik dunia dg pandangan keinginan (syahwat) dan tak akan melirik akhirat dg pandangan kesunyian, artinya lemah pada urusan agama dan sibuk urusan akhirat.

ULAMA-ULAMA LAINNYA
>Selalu mengingatNYA.
>MendahulukanNYA.
>Benci berlama-lama didunia.
>Memaksa hati untuk menemukanNYA, namun melarang lisan untuk menggambarkanNYA.
>Dll
(Ihya ulumuddin IV/477-478)

Baca Selanjutnya

Menjawab kedangkalan, tuduhan dan pembohongan public Abu Ubaidah as-Sidawi terhadap ucapan para ulama madzhab




Menjawab kedangkalan, tuduhan dan pembohongan public Abu Ubaidah as-Sidawi terhadap ucapan para ulama madzhab.

Telah beredar di internet khususnya dalam situs-situs para penentang madzhab sebuah tulisan yang bersifat sangat profokasi dan merusak persatuan umat Muslim, tulisan yang berisikan tentang bahaya fanatic madzhab yang disasarkan kepada jumhur muslimin yang bermadzhab, sungguh penulisnya yaitu Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi menulisnya berdasarkan :

1. Kebodohan akan persoalan ijtihad dan madzhab
2. Telah melakukan kebohongan public
3. Pembodohan besar-besaran terhadap pembacanya
4. Memvonis kaum muslimin yang mayoritas ini dengan ta’ashshub pada madzhabnya masing-masing

Abu Ubaidah telah menunjukkan kedangkalan cara berpikirnya di dalam memahami persoalan ijtihadiyyah dan mazdhabiyyah, dan kalau mau jujur semua tulisannya justru berdasarkan taqlid buta kepada para ulama yang juga kontra terhadap madzhab jumhurul muslimin.

Di sini al-Faqir akan membongkar pembohongan public Abu Ubaidah di dalam menukil sebuah pujian para ulama atas para imamnya.

# Di awal tulisan Abu Ubaidah membawakan sebuah syi’ir pujian sebagai berikut :
Abu Ubaidah :

فَلَعْنَةُ رَبِّنَا أَعْدَادَ رَمْلٍ عَلَى مَنْ رَدَّ قَوْلَ أَبِيْ حَنِيْفَةَ

La’nat Rabb kami sejumlah bilangan pasir
Terhadap orang yang menolak perkataan Abu Hanifah.

Jawaban saya :

Pertama : Abu Ubaidah salah di dalam menyebutkan sumber dari potongan bait tsb yang sebenarnya adalah bersumber dari Abdullah bin Mubarak, beriku kelengkapan baitnya :

لقد زان البلاد ومن عليها إمام المسلمين أبو حنيفه بأحكام وآثار وفقه كآيات الزبور على صحيفه فما في المشرقين له نظير ولا في المغربين ولا بكوفه يبيت مشمرا سهر الليالي وصام نهاره لله خيفه فمن كأبي حنيفة في علاه إمام للخليفة والخليقه رأيت العائبين له سفاها خلاف الحق مع حجج ضعيفه وكيف يحل أن يؤذى فقيه له في الأرض آثار شريفه وقد قال ابن إدريس مقالا صحيح النقل في حكم لطيفه بأن الناس في فقه عيال على فقه الإمام أبي حنيفه فلعنة ربنا أعداد رمل على من رد قول أبي حنيفه
(Raddul Mukhtar ‘ala Ad-Durri Al-Mukhtar juz : 1 hal : 61)

Kedua : Rupanya Abu Ubaidah tidak mengetahui maksud dari potongan bait Ibnu Al-Mubarak tsb, atau memang ia sengaja membohongi public dengan menutupi maksud yang sebenarnya.
Inilah syarh / penjelsan dari makna bait tsb :

( قوله : على من رد قول أبي حنيفة ) أي على من رد ما قاله من الأحكام الشرعية محتقرا لها ، فإن ذلك موجب للطرد والإبعاد ، لا بمجرد الطعن في الاستدلال ; لأن الأئمة لم تزل يرد بعضهم قول بعض ، ولا بمجرد الطعن في الإمام نفسه ، لأن غايته الحرمة فلا يوجب اللعن ، لكن ليس فيه لعن شخص معين فهو كلعن الكاذبين ونحوهم من العصاة فافهم

“ Ucapan ; La’nat Rabb kami sejumlah bilangan pasir. Terhadap orang yang menolak perkataan Abu Hanifah. Maksudnya adalah “ Terhadap orang yang yang menolak dengan merendahkan ucapan Abu Hanifah dari hukum-hukum syare’atnya, karena hal itu memang mengahruskan penngusiran dan penolakan (terhadap yg menolaknya hukum syare’at), bukan semata-mata mencela dari sisi pengambilan dalilnya. Karena sesungguhnya para imam madzhab memang saling berbeda dengan yang lainnya, dan bukan karena semata-mata mencela diri pribadi imam tsb, karena hal itu adalah haram. Dalam bait tsb bukanlah melaknat pada orang tertentu melainkan seperti melaknta orang2 pendusta, para pelaku maskyiat, maka pahamilah hal ini “.
(Raddul mukhtar juz 1 hal : 63)

# Kemudian Abu Ubaidah menukil kalam seorang ulama besar dari kalangan madhzab Hanbali yaitu Abul Hasan Al-Karkhi dengan bertujuan meremehkannya dan memvonisnya telah melakukan fanatic buta pada madzhabnya, berikut petikannya :

Abul Hasan Al-Karkhiy Al-Hanafi juga mengatakan: “Setiap ayat dan hadits yang menyelisihi penganut madzhab kami (Hanafiyyah), maka dia harus dita’wil (diselewengkan artinya) atau mansukh (dihapus hukumnya)”. (Lihat Ma Laa Yajuzu Al-Khilaf Bainal Muslimin hal. 95).

Jawaban saya :

Lagi-lagi Abu Ubaidah hanya meangambil ucapan tersebut dengan memtong-motongnya. Dan ia pun tak paham maksud dari ucapan tersebut.
Berikut lengkapnya :

لأصل أن كل آية تخالف قول أصحابنا فإنها تحمل على النسخ أو على الترجيح والأولى أن تحمل على التأويل من جهة التوفيق


“ Pokok berikutnya adalah “ Setiap ayat yang menyelisihi pendapat para ulama kami, maka diarahkan pada naskh atau diarahkan kepada yang lebih tarjih (kuat), namun yang lebih utama diarahkan pada ta’wil dari sisi taufiq “. (Usul Al-Karkhi : 84)

Inilah maksud dari ucapan tersebut :

والفهم الموضوعي المتجرد لهذا الأصل: يشير بكل بساطة إلى مدى حرص فقهاء الأحناف – كغيرهم من الفقهاء – في عدم تجاوزهم لنصوص الكتاب والسنة وإن بدا شيء من ذلك ظاهرا فذلك لوقوفهم على علة في ذلك النص من نسخ أو تأويل أو ترجيح دعاهم إلى صرف النظر عنه.

“ Pemahaman yang objektif terhadap pokok tersebut adalah : Mengisyaratkan sejauh optimisme para ulama fiqih Hanafi (sbgaimana juga ulama fiqih madzhab lainnya) untuk tidak melampaui nash-nash al-Quran dan sunnah. Dan jika Nampak perkara yang mnyelisihi terhadap al-Quran atau sunnah, maka hal itu disebabkan mereka (para ulama) masih meneliti atau memahami sebuah illat /alasannya di dalam nash tsb yang berupa naskh, takwil atau tarjih yang mendorong mereka untuk tidak
Mengabaikan hal ini “. (Al-Fikru Al-Ushuli : 122-124)

Artinya : “ Terkadang ucapan para ulama kita berselisih dengan nash al-Quran dengan ijma’ (konsesus) para sahabat Nabi Saw, atau ditarjih dengan hadits. Maka yang dimaksud ucapan di atas adalah takhshis yaitu mentakhshis ayat dengan hadits dan hal itu sudah hal biasa dalam ilmu tafsir. Maka jelaslah bahwa ucapan syaikh Abul Hasan bukanlah ta’ashshub (fanatik) terhadap madzhabnya “.

Seorang ulama ahli fiqih yang mendalam seperti beliau tidak mungkin mengatakan harus lebih mendahulukan pendapat ulama ketimbang al-Quran dan sunnah, sungguh ini tidak mungkin dalam benak beliau.

Hal ini pun telah dijelaskan maksudnya oleh syaikh Al-Bazdawi :

وقوله : الأصل أن كل خبر يجيء بخلاف قول أصحابنا فإنه يحمل على النسخ أو دليل آخر أو ترجيح فيه بما يحتج به أصحابنا من وجوه الترجيح أو يحمل على التوفيق، وإنما يفعل ذلك على حسب قيام الدليل، فإن قامت دلالة النسخ يحمل عليه وإن قامت الدلالة على غيره صرنا إليه.

“ Ucpannya : Prinsip dasar bahwa setiap hadits yang berseberangan dengan pendapat ulama kita, maka dimungkinkan pada naskh, atau dalil lain atau ditarjih dengan beberapa wujuh tarjih, atau dimungkinkan berdasarkan taufiq. Sesungguhnya melakukan hal itu hanyalah sesuai akan tegagknya dalil. Jika tegak dalil adanya naskh, maka diarahkan ke naskh, dan jika tegak dalil atas selainnya, maka juga di arahkan kesana “.

Dan ini sesuai dengan penafssiran Ibnu Taimiyyah :

"وليعلم أنه ليس أحد من الأئمة المقبولين عند الأمة قبولا عاما يتعمد مخالفة رسول الله صلى الله عليه وسلم في شيء من سنته، دقيق ولا جليل، فإنهم متفقون اتفاقا يقينيا على وجوب اتباع الرسول وعلى أن كل أحد من الناس يؤخذ من قوله ويترك إلا رسول الله صلى الله عليه وسلم ولكن إذا وجد لواحد منهم قول قد جاء حديث صحيح بخلافه فلا بد له من عذر في تركه .
وجميع الأعذار ثلاثة أصناف :
أحدها : عدم اعتقاده أن النبي صلى الله عليه وسلم قاله .
والثاني : عدم اعتقاده إرادة تلك المسألة بذلك القول .
والثالث : اعتقاده أن ذلك الحكم منسوخ
رفع الملام عن الأئمة الأعلام (1 / 9، 10.

“ Ketahuilah, sesungguhnya tidak ada satupun dari para imam madzhab yang diterima oleh umat secara menyeluruh itu menyalahai Rasulullah Saw di dalam satu sunnahnya saja baik yang lembut maupun yang jelas. Karena sesungguhnya mereka bersepakat dengan yakin atas wajibnya mengikuti Nabi Saw, dan setiap ucapan manusia ditolak kecuali Rasulullah Saw. Akan tetapi jika menemukan salah satu pendapat mereka yang berselisih dengan hadits shohih, maka harus ada alasan di dalam meninggalkannya.

Seluruh alasan ada tiga macam :

Pertama : Tidak meyakini bahwa Nabi Saw mengatakannya
Kedua : Tidak meyakini menginginkan masalah tersebut dengan ucapan tersebut
Ketiga : Meyakini bahwa hukum tersebut dimansukh (dihapus) “.
(Raf’ul malam ‘an aimmatil a’lam juz : 1 hal : 9-10)


# Kemudian Abu Ubaidah menampilkan sebagian ucapan yang masyhur dikalangan Malikiyyah :

لَوْ لَمْ يَكُنْ مَالِكاً لَكَانَ الدِّيْنُ هَالِكًا
“ Seandainy bukan karena Malik, maka agama ini akan hancur “.

Jawaban saya :

Sungguh jika Abu Ubaidah menuduh pengikut madzhab imam Malik sebagai pengikut yang fanatic dan berlebihan atas dasar ucapan tsb, maka dia telah menuduh dan memvonis mereka atas tuduhan yang bersumber dari kedangkalan cara berfikirnya tersebut.

Ucapan tersebut adalah sebuah wujud rasa syukur para pengikutnya atas anugerah Allah Swt yang diberikan melalui seorang ulama besar bernama imam Malik, yang telah banyak berjasa dalam syare’at Islam ini, Kaum muslimin diseluruh penjuru dunia sungguh telah merasakan jasa beliau dalam hal keagamaan. sehingga agama menjadi kuat sebabnya. Bukan sebuah ucapan fanatic atau berlebihan. Maka patutlah imam Malik mendapat pujian semacam itu.

Ucapan-ucapan senada banyak termaktub di kitab-kitab para ulama, di anataranya pujian imam Syafi’I kepada imam Abu Hanifah berikut :

قال ابن حجر : وقال الشافعي رضي الله تعالى عنه : من أراد أن يتبحر في الفقه فهو عيال على أبي حنيفة
“ Ibnu Hajar berkata : Berkata imam Malik Radhiallahu ‘anhu “ Barangsiapa ingin mendalami dalam ilmu fiqih, maka dia butuh (merujuk) pada Abu Hanifah “ (Raddu al-Mukhtar : 63)

Dasn juga pujian imam Ahmad bin Hanbal kepada imam Syafi’I berikut :

قال الإمام أحمد بن حنبل : ما مس أحد محبرة ولا قلما إلا وللشافعي في عنقه منة
“ Imam Ahmad bin Hanbal berkata “ Tidaklah seseorang menyentuh tinta dan pena kecuali imam terdapat jasa imam Syafi’i di dalamnya “.

Beranikah Abu Ubaidah mengatakan imam Sayfi’I dan imam Ahmad telah fanatic buta pada sesorang ?? atau berlebihan di dalam pujian ??

Tiga bait tersebut telah disebutkan oleh para penulis biografi Ibnu Taimiyyah yang telah tersebar luas. Ketiga bait tsb, sebenranya justru terlalu berlebihan di dalam memuji Ibnu Taimiyyah dan terlalu mengada-ngada. Bagaimana pun hebatnya ibnu taimiyyah al-harrani ia tetaplah manusia biasa, bukan Nabi dan bukan Rasul

# Selanjutnya Abu Ubadiah berkata “ Dalam madzhab Syafi’iyyah, imam Al-Juwaini As-Syafi’i rahimahullah berkata: “Menurut kami, setiap orang berakal dan seluruh kaum muslimin, baik di timur maupun barat, jarak dekat maupun jauh wajib mengikuti madzhab Syafi’i. Bagi orang yang masih awam dan jahil, mereka harus mengikuti madzhab Syafi’i dan tidak mencari pengganti lainnya”. (LihatMughitsul Al-Khalq hal. 15-16)

Jawaban saya :

Kedangkalan cara berpikir Abu Ubaidah semakin nyata saat menampilkan kalam Imam Ibnu Juwaini sebagai hujjah untuk memvonis ulama syafi’iyyah telah berfanatik buta pada gurunya.
Inilah kalam Ibnu Juwaini lengkapnya :

وقال إمام الحرمين الجويني الشافعي نحن ندعي أن يجب على كافة العاقلين وعامة المسلمين شرقا وغربا بعدا وقربا انتحال مذهب الشافعي ويجب على العوام الطغام والجهال الأنذال أيضا انتحال مذهبه بحيث لا يبغون عنه حولا ولا يريدون به بدلا

Ucapan beliau menjelaskan akan pentingnya bertaqlid bagi orang awam kepada seorang ulama yang ahli dalam berijtihad, bahkan menjadi suatu kewajiban untuk bertaqlid. Dan tidak mengikuti pendapat orang lain yang tidak ahli dalam berijtihad. Hal ini sudah mnjadi fakta sejarah dari generasi salaf hingga masa para imam madzhab, bahwa taqlid atau madzhab adalah sebuah keniscayaan yang tdk bisa diabaikan.
Dalam persoalan ini saya akan membahasnya secara tersendiri, karena akan butuh penjelsan panjang dan luas dalam persoalan madzhabiyyah.

# Berikutnya Abu Ubaidah menampilkan kalam sebagian pengikut madzhab Hanbali :
Perhatikanlah ungkapan ‘Alauddin Al-Haskafiy Al-Hanafiy ketika memuji imam Abu Hanifahrahimahullah:

“Kesimpulanya, imam Abu Hanifah merupakan mu’jizat Nabi yang paling besar setelah Al-Qur’an.…”.
(Lihat Ad-Durrul Mukhtar 1/55-58 diringkas dari Zawabi’ fi Wajhi Sunnah hal. 223 oleh Syaikh Sholah Maqbul Ahmad dan Kutub Hadzara Minha Ulama’ (1/158-167) oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman).

Jawaban saya :

Sunnguh Abu Ubaidah sebenarnya justru telah taqlid buta dengan mencomot ucapan tersebut begitu saja dan langsung memvonis tanpa mau memahami makna yang sebenarnya.

والحاصل إن أبا حنيفة من أعظم معجزات المصطفى بعد القرآن

Ucapan imam Muhammad bin ‘Alauddin ini, memang benar adanya. Berdasarkan hadits Nabi Saw yang shohih berikut ini :
عن ابي هريرة رض الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو كان العلم بالثريا لتنواله اناس من ابناء فارس

Rasulullah Saw bersabda “ Andaikan ilmu agama itu bergantung di bintang tujuh, niscaya akan dijamah oleh orang-orang dari putra Parsi “.
(HR. Ahmad dan dishohikan oleh Ibnu Hibban : 7309)

Menurut para ulama seperti al-Hafidz as-Suyuthi dan lain-lain, hadits tersebut paling tepat sebagai isyarat dan rekomendasi terhadap imam Abu Hanifah. Karena dari sekian banyak ulama yang berasal dari keturunan Parsi, hanya imam Abu Hanifah yang memiliki reputasi dan popularitas tertinggi dan diikuti oleh banyak umat dari dulu hingga kini.
Maka pantas beliau disebut bagian dari mu’jiat Nabi Saw, karena sebelum kelahirannya Nabi Saw telah mengkabarkannya kepada kita dan kabar gaib ini merupakan mu’jizat Nabi Saw.

Bahkan kalau kita mau melihat bagaimana para pengagum Ibnu Taimiyyah Al-Harrani memuji Ibnu Taimiyyah, maka sungguh terlihat mengada-ngada dan bahkan berlebihan :

ما ذا يقول الواصفون له # وصفاته جلت عن الحصر
هو حجة لله قاهرة # هو بيننا اعجوبة الدهر
هو اية في الخلق ظاهرة # انوارها اربت على الفجر

“ Dapatkah mereka melukiskan sifat-sifat Ibu Taimiyyah #
Sedangkan sifat-sifatnya yang terpuji telah melampaui batas.
Dia adalah hujjah Allah yang kokoh #
Dan keajiban masa diantara kami.
Dia adalah ayat yang terang bagi makhluk, cahayanya mengalahkan sinar matahari “.
(kitab Ar-Radul wafer, Ibnu Nashir hal : 96)

Di dalam Hadist Nabi Saw tak disebutkan bahwa Ibnu Taimiyyah adalah ayat Allah yang diwahyukan untuk manusia.
Maka beranikah Abu Ubaidah memvonis para pengagum Ibnu Taimiyyah ini sebagai pengikut yang fanatic buta dan berlebihan kepada Ibnu Taimiyyah ???

CATATAN :

Kalau Abu Ubaidah mau jujur, sebenrnya dia sendiri telah melakukan fanatic buta terhadap orang yang belum jelas keilmuannya, semua tulisannya hanyalah copas dari sebuah situs berikut ini; http://www.islamadvice.com/ilm/ilm20.htm yang ia terjemahkan ke dalam bahasa Indoensia dan sedikit ia tambahkan bukan murni hasil dari ijtihad atau penelitiannya.

(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)
14. 10.2011

Baca Selanjutnya

EPISODE IV KAJIAN ETIKA ZIARAH KUBUR




EPISODE IV

KAJIAN ETIKA ZIARAH KUBUR

Scan kitab FATAWA ABDULLAH BIN BAZ hlm.476

Terjemah:

Pertanyaan no.624:”Apakah dilarang ketika berdoa untuk mayit dengan menghadap ke kuburannya?”

JAWABAN:”Tidak dilarang !! bahkan mendoakan mayit dengan menghadap kiblat atau menghadap kuburnya itu terserah. Karena Nabi Muhammad saw pernah pada suatu hari setelah prosesi pemakaman beliau berdiri diatas kuburnya dan bersabda:
“Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini, dan mintakanlah ketetapan imannya, karena dia sekarang sedang di tanyai (oleh malaikat-pent).
Dalam kejadian ini Nabi saw tidak mengatakan:
“Menghadaplah kalian ke arah kiblat…..!! (kemudian berdoa-pent)
Oleh sebab itu, maka semuanya boleh, entah itu menghadap kiblat atau menghadap kuburan. Dan para sahabatpun telah berdoa untuk mayit dengan berkumpul disekitar kuburannya.
-------------------------S E L E S A I--------------------------------

Yang mosting berkata:
Fatwa diatas menurutku moderat sekali, karena selama ini yang pernah aku dengar dan aku baca adalah, jika berdoa (dimana saja dan untuk siapa saja) itu dianjurkan menghadap ke arah kiblat karena itu adalah sunnah nabi dan barangsiapa yang menyelisihinya maka dia bid’ah dls.

Namun praktiknya, disaat saya dan orang lain berziarah ke makam-makam besar di Makkah maupun Madinah, wabil khusus ke makam baginda nabi besar Muhammad shalallahu alaihi wa sallam baru mengucapkan salam dan hendak menengadahkan tangan guna untuk berdoa, sudah di cegah dan dihardik seraya menyuruh untuk menghadap ke kiblat. Dalam hati saya, apakah mereka para askar penjaga makam ini tidak mengetahui fatwa ulama’nya diatas ini, atau memang ada fatwa lain lagi mengenai ini?

Ataukah mereka ma’rifat billah sehingga mengetahui doa para peziarah, mana yang diperuntukkan kepada ahli kubur dan mana doa yang diperuntukkan untuk kepentingan lain, misalnya doa untuk pribadi atau mendoakan sanak famili?”

Atau mereka mengKlain bahwa orang yang berdoa dengan menghadap ke kuburannya Rasul atau yang lain disaat berziarah adalah meminta pada penghuni kubur atau bahasa lainnya adalah syirik meminta kepada selainnya Allah?”

Namun yang paling berat bagi saya adalah, disaat saya berziarah ke makam nabi melalui depan pintu makam dengan posisi pas menghadap ke arah pintu yang bertuliskan “disini Rasulullah (ke utara) seakan akan saya menghadap ke arah nabi persis, oleh askar disuruh menghadap ke kiblat (ke selatan) sehingga saya membelakangi makam, seakan akan saya membelakangi Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Astaghfirullah hal adhiim….

Sungguh memperihatinkan…


Semoga bermanfaat
Salam Aswaja !!

©Scan Original & Official®
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Verified Official by Kaheel’s

Baca Selanjutnya

Minggu, 29 April 2012

[ALLAH ADA TANPA TEMPAT, ARAH, DAN BATASAN]




[ALLAH ADA TANPA TEMPAT, ARAH, DAN BATASAN]

Akidah syeh ihsan jampes kediri tergambar tatkala beliau menerangkan melihat Allah swt:

"mata diciptakan bagimu agar memberi petunjuk dalam gelap, menolong dalam hajat, melihat keajaiban bumi dan langit"

"mata diciptakan agar kelak melihat Allah tuhan semesta alam dalam surga 'Adn, yaitu melihat secara sempurna tanpa dibatasi pandangan dan keterbatasan, karna Allah mustahil dibatasi dan berada pada keterbatasan"

"maka seorang mukmin mengetahui secara jelas akan dzat Allah dg tanpa ada batasan dan keterbatasan, melihatNYA tidak pada suatu tempat dan arah (kiri, kanan, depan, belakang, atas, bawah)"

"tidak pula melihatNYA dengan bersambungnya sorot cahaya, tidak juga melihatNYA ada jarak tertentu antara Allah dan orang yang melihatNYA"

"karna melihat menurut kami adalah bagian dari temuan (al-idrak) yang Allah ciptakan kapan, dimana, dan tempat yg DIA dikehendaki"

"namun melihatnya tak bisa disifatkan bagaimana dalam kebesaran dan keagunganNYA hingga tak mengetahui namanya dan siapa disekelilingnya. Karna memang akal sangat lemah untuk memahami hal seperti itu"

Al-alamah al-qari berkata:
"orang-orang mukmin melihat Allah dengan tanpa bagaimana dan menemukanNYA dan juga bentuk dari beberapa contoh bentuk,
mereka lupa akan nikmat-nikmat (surga) tatkala melihatNYA, alangkah ruginya wahai orang yg melepasNYA"
(siraj at-thalibin I/367)

Baca Selanjutnya

Bani israil minta pertolongan dan tawasul kepada Allah SWT







Abuya sayid maliki memberikan hujah tabaruk (ngalap berkah) lewat QS.Al-baqarah:248 yg menjelaskan Tabut(kotak).

Ringkas cerita, Bani israil minta pertolongan dan tawasul kepada Allah SWT dg lantaran Tabut sisa peninggalan nabi Musa dan nabi Harun yang didalamnya berisi: Tongkat, baju-baju Musa dan Harun, sandal, papan kitab taurat dan baskom.
Ini seperti dijelaskan oleh para ahli tafsir Ibn katsir, al-qurtuby, as-suyuthy, at-thabary.

Semua ini merupakan bentuk tawasul bekas (atsar) para nabi, penjagaan pada situs tsb (tabut), dan bertabaruk dengannya.

Apakah Allah dalam ayat ini mengajarkan kesyirikan? Tidak!
Apakah Allah telah salah dalam firman-NYA? Tidak!
Apakah Allah menyuruh mengkultuskan benda? Tidak!

Hanya orang yang jahillah mengatakan seperti itu.Maka alangkah baiknya berguru pada Alim ulama yang mumpuni dibidangnya, syukur berguru pada beliau-beliau yang jelas jalur keilmuannya. Barakallah
Baca Selanjutnya

Sabtu, 28 April 2012

BERIKUT TAFSIR KITAB-KITAB ULAMA



BERIKUT TAFSIR KITAB-KITAB ULAMA'

Mengenai ayat tentang

MANHAJ FIR'AUN, TUHAN BERTEMPAT DI LANGIT.

Saat Fir’aun mencoba meraba apa yang telah disampaikan oleh Nabi Musa alaihis salam saat musa di tanya siapa Tuhanmu, dan musa menjawab bahwa Tuhan Nabi Musa adalah “Tuhan yang memiliki langit dan bumi”.

Fir’aun mencoba dengan ber sangka-sangka di mana keberadaan Tuhan Musa itu.

Berangkat dari pikiran sempitnya yang menyangka “setiap yang ada pasti punya tempat”. dan pilihan yang ada cuma dua yakni di langit atau di bumi, dan bila di bumi tentu Nabi Musa as telah menunjukkan keberadaan Tuhannya.

Tapi nyata nya di bumi tidak ada.

Maka Fir’aun menyangka bahwa jika Tuhan Musa tidak di bumi, barangkali ada di langit.

Fir'aun yang telah termakan dengan asumsi nya sendiri yang salah kaprah, ia mencoba membuktikan keberadaan Tuhan Musa yang ia sangka bertempat di langit, sehingga ia perintahkan Haman untuk membangun bangunan yang tinggi, agar ia bisa melihat Tuhan Nabi Musa, sebagaimana di ceritakan dalam Al-Quran Surat Ghafir ayat 36-37 :


وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ (36) أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا وَكَذَلِكَزُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُعَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلَّا فِي تَبَابٍ (37)


“Dan berkatalah Fir`aun:“Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu [36] (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan nya Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta”. Demikianlah dijadikan Fir`aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir`aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian [37]“.


Imam Ar-Razi [606 H] dalam mentafsirkan ayat ini menyatakan ada 4 masalah yang dipahami oleh golongan musyabbihah dari ayat ini :

وفي الآية مسائل
المسألة الأولى : احتج الجمع الكثير من المشبهة بهذه الآية في إثبات أن الله في السموات وقرروا ذلك من وجوه الأول : أن فرعون كان من المنكرين لوجود الله ، وكل ما يذكره في صفات الله تعالى فذلك إنما يذكره لأجل أنه سمع أن موسى يصف الله بذلك ، فهو أيضاً يذكرهكما سمعه ، فلولا أنه سمع موسى يصف الله بأنه موجود في السماء وإلا لما طلبه في السماء ، الوجه الثاني : أنه قال وإني لأظنه كاذباً ،ولم يبين أنه كاذب فيماذا ، والمذكور السابق متعين لصرف الكلام إليه فكأن التقدير فأطلع إلى الإله الذي يزعم موسى أنه موجود في السماء ،ثم قال : { وَإِنّى لأَظُنُّهُ كاذبا } أي وإني لأظن موسىكاذباً في إدعائه أن الإله موجود في السماء ، وذلك يدلعلى أن دين موسى هو أن الإله موجود في السماء الوجه الثالث : العلم بأنه لو وجد إله لكان موجوداً في السماء علم بديهي متقرر في كل العقول ولذلك فإن الصبيان إذا تضرعوا إلى الله رفعوا وجوههم وأيديهم إلى السماء، وإن فرعون مع نهاية كفره لما طلب الإله فقد طلبه في السماء ،وهذا يدل على أن العلم بأن الإله موجود في السماء علم متقرر في عقل الصديق والزنديق والملحد والموحد والعالم والجاهل .
فهذا جملة استدلالات المشبهة بهذه الآية


“Dan dalam ayat tersebut ada beberapa masalah.

Masalah pertama , kebanyakan golongan Musyabbihah (menyamakan Tuhan dengan makhluk) berhujjah dengan ayat ini dalam menyebutkan (Itsbat) bahwa Allah di langit, dan mereka menjelaskan nya dengan bermacam alasan :


Alasan pertama :

Sesungguhnya Fir’aun adalah dari pada pengingkar bagi ada (wujud) Allah, dan semua yang ia sebutkan tentang sifat Allah itu sungguh karena bahwa ia mendengar dari Nabi Musa as yang menyatakan bahwa sesungguhnya Allah ada di langit, seandainya bukan demikian, kenapa juga Fir’aun mencari Tuhan ke langit.


Alasan kedua :

Fir’aun berkata: “sungguh aku yakin Musa seorang pendusta” dan ia tidak menyatakan tentang apa Musa berdusta, alasan di atas (alasan pertama) memastikan maksud Fir’aun adalah Musa berdusta tentang keberadaan Tuhan di langit, seolah-olah Fir’aun berkata : “maka aku lihat Tuhan yang di anggap oleh Musa sesungguhnya Dia (Tuhan) ada di langit”, kemudian Fir’aun berkata :“sungguh saya yakin Musa seorang pendusta” yakni “sungguh aku yakin Musa berdusta tentang anggapan nya bahwa Tuhan ada di langit”, dan itu menunjukkan bahwa agama Musa adalah Allah ada di langit.


Alasan ketiga :

pengetahuan bahwa “kalau Tuhan ada, sungguh Dia ada di langit” adalah ilmu badihi (pengetahuan yang datang sendiri dan mustahil di tolak atau Fitrah) yang terdapat pada setiap akal, karena itu anak kecil saja apabila tunduk kepada Allah ia mengangkat wajah dan tangan nya ke langit, dan bahkan Fir’aun pun sedangkan ia sangat kufur, manakala ia mencari Tuhan, maka ia cari ke langit, dan ini menunjukkan sungguh mengetahui Tuhan ada dilangit adalah ilmu yang terdapat pada akal orang yang benar, dan Zindik, dan Mulhid, dan Muwahhid, dan Alim dan Jahil. Inilah kesimpulan cara berdalil kaum Musyabbihat dengan ayat ini” [Lihat Tafsir Al-Kabir Ar-Razi, surat Ghafir : ayat 36-37] .

Dan Imam Ar-Razi pun telah menjawab tiga alasan kaum Musyabbihah di atas, dalam Tafsir nya.

Imam Ar-Razi telah menjawab tiga alasan kaum Musyabbihah dalam berdalil dengan ayat tersebut, ini lanjutan dari tafsir Ar-Razi di atas :

والجواب :
أن هؤلاء الجهال يكفيهم في كمال الخزي والضلال أن جعلوا قول فرعون اللعين حجة لهم على صحة دينهم ، وأما موسى عليه السلام فإنه لم يزد في تعريف إله العالم على ذكر صفة الخلاقية فقال في سورة طه { رَبُّنَا الذى أعطى كُلَّ شَىء خَلْقَهُ ثُمَّ هدى} [ طه : 50 ] وقال في سورة الشعراء { رَبُّكُمْ وَرَبُّءابَائِكُمُ الأولين * رَبُّ المشرق والمغرب وَمَا بَيْنَهُمَا } [ الشعراء : 26 ، 28] فظهر أن تعريف ذات الله بكونه في السماء دين فرعون وتعريفه بالخلاقية والموجودية دين موسى ، فمن قال بالأول كان على دين فرعون ، ومن قال بالثاني كان على دين موسى ، ثم نقول لا نسلم أن كل ما يقوله فرعون في صفاتالله تعالى فذلك قد سمعه من موسى عليه السلام ، بل لعله كان على دين المشبهة فكان يعتقد أن الإله لو كان موجوداً لكان حاصلاً في السماء ، فهو إنما ذكر هذا الاعتقاد من قبل نفسه لا لأجل أنه قد سمعه من موسى عليه السلام .
وأما قوله { وَإِنّى لأَظُنُّهُ كاذبا } فنقول لعله لما سمع موسى عليه السلام قال : { رَبّالسموات والأرض } ظن أنه عنى به أنه رب السموات ، كما يقال للواحد منا إنهرب الدار بمعنى كونه ساكناً فيه ،فلما غلب على ظنه ذلك حكى عنه ، وهذاليس بمستبعد ،فإن فرعون كان بلغ في الجهل والحماقة إلى حيث لا يبعد نسبة هذا الخيال إليه ، فإن استبعد الخصم نسبة هذا الخيال إليه كان ذلك لائقاً بهم ، لأنهم لما كانوا على دين فرعون وجب عليهم تعظيمه . وأما قوله إن فطرة فرعون شهدت بأن الإله لوكان موجوداً لكان في السماء ، قلنا نحن لا ننكر أن فطرة أكثر الناس تخيل إليهم صحة ذلك لا سيما من بلغ في الحماقة إلى درجة فرعون فثبت أن هذا الكلام ساقط .
“Jawab :

Sesungguhnya mereka (Musyabbihah) adalah orang-orang yang jahil, yang membuat mereka semakin lengkap dalam kehinaan dan kesesatan, oleh karena mereka telah menjadikan perkataan Fir’aun yang terlaknat, sebagai dalil mereka atas kebenaran agama mereka, sementara Nabi Musa as dalam memperkenalkan Tuhan, tidak lebih dari sekedar menyebutkan sifat penciptaan, sebagaimana dalam surat Thoha :50 “Tuhan kita adalah yang memberikan tiap sesuatu bagi makhluk-Nya kemudian memberi petunjuk” dan sebagaimana dalam surat Asy-Syu’ara ayat 26, 28 “Tuhan kalian dan Tuhan bapak kalian yang terdahulu – Tuhan timur dan barat dan diantara kedua nya”

Maka nyatalah bahwa memperkenalkan Tuhan dengan keadaannya di langit adalah keyakinan i'tiqod Fir’aun, dan memperkenalkan Tuhan dengan penciptaan dan makhluk adalah agama Nabi Musa, siapa yang berpendapat dengan yang pertama, adalah ia di atas keyakinan Fir’aun, dan siapa yang berpendapat dengan yang kedua, adalah ia di atas agama Nabi Musa,

kemudian kita menjawab : kita tidak bisa menerima bahwa semua yang disebutkan Fir’aun tentang sifat Allah ta’ala karena ia pernah mendengar dari Nabi Musa as, tapi karena Fir’aun berada dalam persangkaan Musyabbihah, maka tentu ia berkeyakinan jika memang Tuhan ada, pasti Dia berada di langit, maka keyakinan Fir’aun ini sungguh datang dari diri nya, bukan karena mendengar dari Nabi Musa, adapun perkataan Fir’aun “sungguh aku yakin Musa adalah pendusta” maka kita jawab,

ketika Fir’aun mendengar Nabi Musa berkata “Tuhanku Tuhan Pencipta langit dan bumi” lalu Fir’aun menyangka maksud Nabi Musa as bahwa Tuhan nya menetap di langit, sama seperti ungkapan “dia yang punya rumah ini” maksud nya dia tinggal dirumah itu.

Ketika Fir’aun semakin yakin dengan sangkaan nya maka ia sebutkan asumsi nya, dan ini terjadi, karena Fir’aun adalah sangat jahil sehingga wajar berasumsi demikian kepada nya, bila ada yang bilang tidak mungkin Fir’aun berasumsi demikian, itu karena asumsi tersebut layak dengan mereka, ketika mereka berada di atas keyakinan Fir’aun, tentu mereka sangat menghargai apa yang jadi persangkaan Fir’aun itu, dan adapun alasan Musyabbihhah “sesungguhnya fitrah Fir’aun bersaksi bahwa Tuhan kalau Dia ada sungguh Dia berada di langit”

maka kita jawab: kita tidak mengingkari bahwa fitrah kebanyakan manusia menyangka benar demikian, apa lagi orang yang kejahilannya telah setingkat kejahilan Fir’aun, maka alasan fitrah tidak bisa menjadi alasan yang dapat di terima ” . [Lihat Tafsir Ar-Razi, surat Ghafir : ayat 36-37]

Imam Abu Mansur Al-Maturidi berkata :

للمشبهة تعلق بظاهر هذه الآية يقولون: لولا أن موسى – عليه السلام – كان ذكر وأخبر فرعون: أن الإله في السماء، وإلا لما أمر فرعون هامان أن يبني له مايصعد به إلى السماء ويطلع على إله موسى على ما قال تعالى خبراً عن اللعين.
لكنا نقول: لا حجة لهم؛ فإنه جائز أن يكون هذا من بعض التمويهات التي كانت منه على قومه في أمر موسى – عليه السلام

“Kaum Musyabbihah [menyerupakan Allah dengan makhluk] berpegang dengan dhohir ayat ini, mereka beralasan : Seandainya bukan karena Musa as telah menyebut dan memberitahu Fir’aun bahwa Tuhan di atas langit, sungguh Fir’aun tidak menyuruh Haman membangun bangunan agar ia dapat naik ke langit dan melihat Tuhan Nabi Musa, sebagaimana Firman Allah menceritakan pernyataan Fir’aun [Al-La'in].

Tetapi kita menjawab : Tidak ada dalil yang jelas bagi mereka, karena sebenarnya pernyataan Fir’aun tersebut sebagian dari kedustaan atau kepura-puraan Fir’aun kepada kaum nya tentang Musa as”.
[Lihat Tafsir Ta'wilat Ahlus Sunnah surat Ghafir ayat 37].


Imam Al-Qusyairi [465 H] berkata :

ولو لم يكن من المضاهاة بين مَنْ قال إن المعبودَ في السماء وبين الكافر إلا هذا لكفي به خِزْياً لمذهبم . وقد غَلِطَفرعونُ حين تَوَهَّمَ أنَّ المعبودَ في السماء ، ولو كان في السماء لكان فرعونُ مُصِيباً في طَلَبِه من السماء .
قوله جل ذكره : { وَكَذَالِكَ زُيِّنَلِفِرْعَوْنَ سُوءُعَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلاَّ فِى تَبَابٍ } .
أخبر أنَّ اعتقادَه بأنَّ المعبودَ فيالسماء خطأٌ ، وأنَّهبذلك مصدودٌ عن سبيل الله

“Tiada persamaan antara orang yang berkata bahwa Tuhan di langit dengan orang Kafir [yang menyembah berhala di bumi] kecuali mereka [sama-sama meyangka Tuhan bertempat], sungguh cukup dengan ini, kehinaan pendapat mereka (kaum musyabihah yang menganggap Tuhan Bertempat). Dan sungguh Fir’aun salah sangka ketika memahami bahwa Tuhan di langit, seandainya benar Tuhan di langit, sungguh Fir’aun benar pada mencari Tuhan ke langit, sementara pada Firman Allah selanjutnya, Allah Berfirman dengan pernyataan

وَكَذَالِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِوَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلاَّ فِى تَبَابٍ

Allah menyatakan bahwa i’tiqad Fir’aun (“Tuhan di langit”) itu adalah persangkaan yang salah, dan dengan demikian ia pun tertutup dari jalan Allah”.
[Lihat Tafsir Lathaif Al-Isyarat surat Ghafir ayat 37] .


TAFSIR At-Thabrani [360 H] berkata :

وَإِنِّي لأَظُنُّهُ كَاذِباً ، أي إني لأظن موسى كَاذِباً فيما يقولُ إنَّ له ربّاًفي السَّماء
“وَإِنِّي لأَظُنُّهُ كَاذِباً

Maksud nya, sungguh aku yakin Musa berdusta pada pernyataan nya bahwa bagi nya ada Tuhan di langit“.
[Lihat Tafsir At-Thabrani surat Ghafir ayat 37].


Di sini biasanya mereka yang berkeyakinan musyabihah mencoba mencari celah dengan menuliskan sebagian saja, atau memotong kutipan tafsir, untuk membenarkan pernyataan mereka pada artikel yang mereka tulis.

Padahal selanjutnya Imam At-Thabrani menjelaskan siapa yang meyakini Tuhan di langit.

ولما قالَ موسى: ربُّ السَّماواتِ، فظنَّ فرعون بجهلهِ واعتقاده الباطل أنه لَمَّا لَم يُرَ في الأرضأنه في السماء


“Dan mana kala Nabi Musa berkata : Robbu As-Samawat, Fir’aun menyangka dengan kejahilannya dan i’tiqad nya yang bathil, bahwa ketika Tuhan Nabi Musa tidak ada di bumi, pastilah Dia di langit“.
[Lihat Tafsir At-Thabrani surat Ghafir ayat 37].

KESIMPULAN

Manhaj Fir’aun adalah Manhaj nya orang-orang yang meyakini Allah bertempat di langit, karena Fir’aun orang yang menduga Allah bertempat di langit, hanya saja Fir’aun tidak percaya adanya Allah karena dirinya tidak bisa membuktikan sendiri dengan cara naik ke langit.

Ajaran Nabi Musa tidak mengajarkan keyakinan Tuhan berada di langit, tapi itu hanya salah kaprah Fir’aun dalam memahami apa yang disampaikan oleh Nabi Musa.

Subhanaka Robbi Izzati Amma Yashifun.

Wabillahi taufiq walhidayah wa ridho wal inayah

Wallahu'alam bis showab

Baca Selanjutnya

MAKAM RASULULLAH SAW

MAKAM RASULULLAH SAW

oleh Kaheel Baba Naheel pada 27 April 2012 pukul 23:28 ·
Inilah pintu depan makam Rasulullah saw, Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar radhiyallahu anhuma.



Nah jika kita mencoba mengintip dari celah jeruji atau pagar pelindung dari sisi mana saja, maka anda akan melihat bangunan lagi yang di tutup dengan kelambu penuh tulisan kaligrafi yang berwarna hijau bermotif merah.

Inilah gambar itu:




Sehingga sebenarnya dzat dari kuburan Nabi sendiri itu tidak bisa dilihat secara langsung.

dan ini gambar gambar dari sisi lain:








Semoga CATATAN saya ini bisa memberi pecerahan terhadap beredarnya gambar gambar makam Nabi yang di nilai syubhat.
Saya berani bertanggung jawab atas kebenaran gambar gambar ini.

Beruntunglah kalian yang terTandai dalam catatanku ini.
Semoga bermanfaat
Salam Aswaja !!

Limited Edition
█║▌│█│║▌║││█║▌║▌║
Verified Official by Kaheel’s
· · · Bagikan
Baca Selanjutnya