Di Antara gejala buruk yang berlaku dalam bidang ilmu agama adalah
munculnya golongan yang mengaku lebih memahami manhaj salaf di banding
para ulama' sebelum mereka yakni ulama yang di sebut "khalaf". Untuk
menjadikan diri mereka berhak mengetahui siapa sebenarnya salaf dan apa
sebenarnya manhaj salaf, maka mereka menamakan diri mereka
dengan nama "salafi", yaitu orang yang mengikut jejak salaf.
Ketidak tauan Terhadap Istilah
Golongan intelektual yang setengah matang yang muncul dalam lapangan
intelektual Islam terpaksa menciptakan terminologi-terminologi
(mustalahat) baru untuk mengelabui golongan yang lebih jahil daripada
mereka. Lalu, mereka menggunakan istilah tertentu dengan
takrif/definisi baru yang menyimpang dari penggunaan asalnnya dengan
tujuan untuk mendominasi dan memonopoli istilah tersebut.
Maka,
muncullah terminologi seperti "salafi", "khalafi" dan sebagainya yang
mana sebelumnya, para ulama' hanya menggunakan istilah khalaf dan salaf
saja.
Salafi menurut golongan (baru) ini adalah: "orang2 yang mengikuti manhaj salaf".
Khalafi menurut golongan (baru) ini adalah: "orang yang tidak mengikut manhaj salaf".
Padahal, istilah salaf dan khalaf yang digunakan oleh para ulama' secara sepakat sebelum munculnya golongan ini adalah:
Salaf: Generasi yang hidup dalam kurun pertama sehingga kurun ketiga
hijrah, atau sampai kurun kelima hijrah. pendapat Paling kuat adalah,
sampai kurun ketiga hijrah.
Khalaf: Generasi yang hidup setelah kurun ketiga atau kelima hijrah.
Maka, istilah salaf dan khalaf dalam penggunaan asal dari para ulama'
tidak pernah di maksudkan sebagai suatu perbedaan manhaj, tetapi lebih
di maksudkan pada perbedaan tempo masa. Sampai pada masa munculnya
golongan yang mengaku sebagai salafi, yang padahal mereka hanyalah
meneruskan semangat Ibn Taimiyyah yang sering mengaku lebih memahami
salaf di banding dengan ulama'-ulama' lain sebelumnya atau yang sezaman
dengannya khususnya dari kalangan Asya'irah yang dianggap kurang
memahami manhaj salaf, lalu memulai usaha menamakan diri sebagai salafi
dan lalu menamakan selain mereka sebagai khalafi.
Dengan usaha
mereka ini, mereka mencetuskan suatu perkembangan di mana golongan
ulama' yang berlainan faham dengan mereka dianggap tidak mengikuti salaf
walaupun para ulama' tersebut adalah majoritas ulama' Islam. Bagi
mereka, tokoh-tokoh yang memahami "salaf" yang sebenarnya hanyalah
beberapa individu saja seperti Sheikh Ibn Taimiyyah, Sheikh Ibn
Al-Qayyim, Sheikh Muhammad Abdul Wahab dan sebagainya.
Sedangkan, majoritas ulama' lain yang beraliran Asya'irah dan
Maturidiyyah dalam bidang aqidah adalah "khalafi" yang tidak mengikut
mazhab dan manhaj Salaf yang sebenarnya. Sebagai contoh, muncullah sautu
situasi di mana seorang insan yang mungkin hanya seorang pekerja ,
mengaku lebih memahami salaf di banding Hujjatul Islam, Al-Imam,
Al-Mujtahid, Al-Faqih, Al-Usuli Sheikh An-Nizhamiyyah Abu Hamid Muhammad
bin Muhammad Al-Ghazali yang merupakan mudir sebuah madrasah terbesar
di zaman beliau iaitulah Al-Madrasah An-Nizhamiyyah.
pada
Situasi yang lain pula muncul seorang insan kerdil yang tidak mengenal
perbedaan antara mubtada' dengan khabar, lalu mengaku lebih mengikut
Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam masalah aqidah ,di banding Al-Imam
Al-Hafiz Al-Muhaddith Amirul Mu'minin fi Al-Hadith Ibn Hajar
Al-Asqollani, pensyarah kitab Sahih Al-Bukhari, hanya di karanakan Imam
Ibn Hajar mempunyai pendirian dengan aqidah manhaj Al-Asy'ari.
Lihatlah ukuran peristiwa-peristiwa ini. Tidak adakah suatu bid'ah yang
lebih besar daripada bid'ah seperti ini? maka Ungkapan: saya "salafi",
bahkan lebih "salafi" daripada Al-Imam Al-Ghazali (hidup tahun 450
Hijrah dan meninggal dunia tahun 505 Hijrah), bahkan lebih memahami
sunnah dan bid'ah di banding Al-Imam As-Syafi'e (150-204 H), seolah-olah
hal semacam ini berkumandang secara lisan ha oleh pengikut golongan
ini.
Khalaf adalah Penerus Manhaj Salaf
Seseorang
perlu mengetahui bahawasanya yang dimaksudkan sebagai "Khalaf" adalah
para ulama' yang hidup setelah berlalunya zaman salaf yang meneruskan
manhaj umum para ulama' salaf. Khalaf tidak pernah di artikan dengan
suatu golongan ulama' yang berbeda dengan ulama'-ulama' salaf dari sudut
aqidah, manhaj fiqh dan akhlak.
Istilah salaf sendiri berarti:
سَلَفَ يَسْلُفُ سَلَفاً وسُلُوفاً: تقدَّم
Maksudnya: Salaf: Taqaddam yaitu terdahulu. [Lisan Al-'Arab, madah salafa]
والسَّلَفُ والسَّلِيفُ والسُّلْفَةُ: الجماعَةُ المتقدمون
Maksudnya: "As-Salaf, As-Salif dan As-Sulfah: Golongan Terdahulu [ibid]
Jadi, seseorang yang mengaku sebagai "salafi" secara bahasa berarti
orang yang terdahulu. Sepatutnya sudah tidak hidup lagi karana sudah
sepatutnya digantikan oleh orang yang kemudian. Oleh karana itulah para
ulama' salaf tidak menyebut diri mereka sebagai "salafi" ketika mereka
hidup karena para ulama' khalaflah yang memanggil mereka sebagai ulama'
salaf karana mereka telah berlalu dan mendahului generasi kemudian.
Khalaf berarti generasi yang ditinggalkan setelah generasi terdahulu.
Ia berasal dari perkataan khalafa yang berarti ke belakang atau
kemudian.
الخَلْفُ ضدّ قُدّام
Maksudnya: Khalfu adalah lawan bagi Quddam ( terdahulu) [Lisan Al-'Arab, madah: khalafa]
Seseorang tidak akan dinamakan sebagai khalaf dari sesuatu melainkan
dia penerus apa yang dilakukan oleh orang terdahulunya. Maka,
dinamakanlah para ulama' khalaf sebagai khalaf karana mereka meneruskan
apa yang dipegang oleh ulama' salaf, bukan karana mereka berbeda dengan
salaf. Orang yang memahami bahwa ulama' khalaf berbeda dengan ulama'
salaf dari sudut pegangan dan femahaman agama yang usul itu adalah suatu
femahaman batil terhadap maksud khalaf itu sendiri.
Rasulullah
s.a.w. sendiri memuji generasi khalaf ini yang meneruskan usaha menjaga
kemurnian agama daripada golongan jahil dan batil.
Rasulullah s.a.w. bersabda:
يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله، ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المبطلين، وتأويل الجاهلين
Maksudnya: "Ilmu ini akan dipikul oleh setiap khalaf (orang yang
kemudian) dari kalangan yang adil daripadanya, yang menafikan tahrif
(penyelewengan) orang yang melampaui batas , kepincangan golongan
pembuat kebatilan dan takwilan dari orang-orang jahil".
[Hadith
diriwayatkan secara mursal dalam sebahagian riwayat (Misykat
Al-Mashabih) dan disambung secara sanadnya kepada sahabat kepada
Rasulullah s.a.w. oleh Al-Imam Al-'Ala'ie. As-Safarini mengatakan sahih
dalam kitab Al-Qaul Al-'Ali m/s: 227]
Ulama' Khalaf adalah "Salaf" (Pengikut Salaf) Pada Generasi Setelah Zaman Salaf
Kita perlu menyadari hakikat ini, dengan menyusuri sejarah dan lembaran
tulisan ulama' tentang hakikat bahawasanya majoritas ulama' khalaf
sebenarnya adalah penerus manhaj dan faham ulama' salaf dalam bidang
agama. Nama-nama seperti Asya'irah, Maturidiyyah dan sebagainya dalam
bidang aqidah adalah suatu tradisi yang sama seperti hal nama-nama
Syafi'iyyah, Malikiiyyah, Ahnaf dan Hanabilah dalam bidang fiqh. Ia
tidak lebih daripada himpunan manhaj yang seragam dan perkembangan
kaedah pendalilan (istidlal) dalam sesuatu bidang ilmu, bukan suatu
penyimpangan atau berlaianan daripada apa yang difahami oleh salaf.
Hatta yang mengaku "Salafi" juga adalah berlainan daripada salaf itu
sendiri.
Oleh sebab itulah, banyak tokoh-tokoh Asya'irah dalam
bidang aqidah menulis kitab-kitab aqidah lalu menisbahkan aqidah mereka
kepada as-salaf as-sholeh. Antaranya adalah:
Al-Imam Al-Hafiz Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqi Al-Asy'ari yang menulis kitab berjudul:
الاعتقاد علي مذهب السلف اهل السنه و الجماعه
(Al-I'tiqad 'ala Mazhab As-Salaf Ahl As-Sunnah wal Jamaah yang
maksudnya: Kepercayaan aqidah berteraskan mazhab Salaf ahli sunnah wal
jamaah).
Sudah pasti kitab ini mengandungi
pembahasan-pembahasan aqidah secara manhaj Asya'irah, namun di sisi
Al-Imam Al-Baihaqi, itu tidak lain melainkan aqidah mazhab Salaf juga.
Jadi, Asya'irah juga adalah "Salafiyyah" (jika ingin menggunakan istilah
sekarang) pada asalnya, bahkan lebih awal ke"Salafiyyah"an mereka di
banding Salafiyyah Wahabiyyah yang muncul kemudian.
Begitu juga Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali yang menulis kitab berjudul:
Iljam Al-Awam 'An Ilm Al-Kalam
Dalam kitab tersebut menjelaskan manhaj salaf yang sebenarnya dalam
berinteraksi dengan ayat-ayat dan hadith-hadith mutasyabihat dengan cara
tafwidh. Beliau menisbahkan manhaj ini (walaupun beliau sebagai di
antara ulama' Asya'irah) kepada manhaj As-Salaf AS-Sholeh. Dalam
Muqoddimah kitab ini, Al-Imam Al-Ghazali mengkritik Hasyawiyyah yang
memahami nas-nas yang dhahirnya tasybih secara dhahir, lalu mengaku
bahwa itu sebagai aqidah salaf, kemudian beliau menjelaskan manhaj
as-salaf yang sebenarnya secara manhaj asy'ari. Maka, Al-Ghazali juga
menetapkan ke"salafi"an beliau tanpa mengaku "salafi".
Oleh
sebab itu, tokoh besar Al-Azhar AS-Syarif, Sheikh Abu Zahrah menjelaskan
permasalahan Asya'irah, Maturidiyyah, Ibn Taimiyyah dan Wahabi dalam
masalah aqidah di mana mereka berusaha mengaku siapa lebih memahami
as-salaf yang sebenarnya. Kemudian, Sheikh Abu Zahrah menguatkan
pendapat bahawasanya, cara Al-Imam Al-Ghazali (Asya'irah) dan
Maturidiyyah dalam memahami Salaf lebih tepat di banding cara Ibn
Taimiyyah memahami salaf dalam masalah aqidah. [Rujuk kitab Tarikh
Al-Mazahib Al-Islamiyyah]
Mengaku "Salafi" Adalah Bid'ah yang Bahaya
Maka, benarlah kesimpulan yang dibuat oleh tokoh besar yaitu Sheikh
Muhammad Sa'id Ramadhan Al-Buti dalam kitab As-Salafiyyah, bahawasanya
bermazhab dengan mazhab salafi adalah suatu bid'ah yang bahaya. Silahkan
rujuk di sini:
http://www.dahsha.com/uploads/SalafyyaBouti.pdf Ini karena itu,mereka menyimpulkan beberapa perkara:
As-Salaf itu bukan semata-mata suatu zaman yang diberkati, tetapi suatu
himpunan keseragaman manhaj dalam bidang agama. Padahal, keseragaman
manhaj dalam bidang agama tidak berlaku dalam keseluruhan salaf. Dalam
bidang fiqh saja ada perbedaan antara Ahl Hadith dengan Ahl Ra'yi. Dalam
bidang aqidah juga berbeda-beda manhajnya. Al-Imam Ahmad berbeza dengan
Al-Imam Al-Muhasibi dan Ibn Kullab. Begitu juga Al-Imam Al-Bukhari
berbeda dengan Al-Imam Ahmad dalam masalah lafaz Al-Qur'an. Begitu juga
masalah-masalah lain. Jadi, tidak ada namanya mazhab salaf dalam arti
kata bahwa itu suatu himpunan keseragaman manhaj dalam bidang agama.
As-Salaf dalam istilah yang sebenar nya hanyalah suatu tempo masa yang
diberkati.
mereka seolah-olah mengeluarkan selain "salafiyyah"
daripada pengikut salaf yang sebenarnya. Oleh karena itulah, munculnya
Salafiyyah Wahabiyyah yang menafikan Asya'irah, Maturidiyyah, Sufiyyah
dan sebagainya sebagai pengikut salaf yang sebenarnya. Salafiyyah
Wahabiyyah telah memenangkan dominasi slogan "mengikuti salaf", lalu
menganggap selain mereka sebagai :"tidak mengikuti salaf". Ini suatu
prasangka yang bahaya karana tidak mengikut salaf dalam masalah usul
agama berarti tidak mengikut Rasulullah s.a.w. dan para sahabat r.a..
Ini adalah tuduhan yang sangat bahaya. Oleh karana itulah, banyak orang
jahil menganggap bahwa para ulama' Asya'irah, MAturidiyyah dan Sufiyyah
tidak mengikut aqidah sebenar Rasulullah s.a.w. dan para sahabat r.a..
Ini membawa kepada menuduh sesat selain yang mengaku "salafi".
Padahal, Asya'irah, Maturidiyyah, Sufiyyah dan sebagainya yang masih
dalam lingkungan mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah hanya berbeda dari sudut
manhaj dan pendekatan dalam bidang agama, bukan berbeda isi kandungan
femahaman agama dengan as-salaf. Pendekatan dan manhaj adalah suatu yang
berkembang mengikut zaman sebagaimana juga munculnya mazhab fiqh pada
awal kurun ketiga hijrah lalu diteruskan hingga hari ini. Tidak boleh
seseorang mengatakan mazhab syafi'e, atau mazhab maliki, bukan fiqh
Rasulullah s.a.w, karana mazhab adalah himpunan cara ulama' memahami
dalil-dalil yang disampaikan oleh Rasulullah s.a.w..
Maka,
tidak perlu mengaku "salafi" untuk dinilai sebagai mengikut as-salaf
as-sholeh. Ukurannya jelas yaitu dengan memahami agama mengikut
femahaman as-salaf as-sholeh. dengan meRujuk kitab-kitab ulama' salaf
sendiri. Bukan sekadar merujuk satu dua tokoh yang ada kemudian yang
mengaku bahwa hanya mereka saja yang memahami salaf. ini Adalah suatu
hal yang pincang apabila seseorang menjelaskan tentang manhaj salaf
namun rujukannya bukan salaf seperti Sheikh Ibn Taimiyyah dan Muhammad
Abdul Wahab sedangkan banyak lagi tulisan para ulama' salaf muktabar
yang bisa dirujuk. Sheikh Ibn Taimiyyah tidak mesti tepat dalam memahami
maksud dan isi perkataan dan femahaman salaf dalam semua masalah dan
juga para ulama' lain tidak mesti tidak memahami salaf yang sebenarnya.
Banyakkanlah bahan kajian agar kita jujur dalam membuat kajian.