كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ PECINTA RASULULLAH.COM menyajikan artikel-artikel faktual sebagai sarana berbagi ilmu dan informasi demi kelestarian aswaja di belahan bumi manapun Terimakasih atas kunjungannya semoga semua artikel di blog ini dapat bermanfaat untuk mempererat ukhwuah islamiyah antar aswaja dan jangan lupa kembali lagi yah

Minggu, 30 September 2012

Demi dinar rela menjadi wahabi

 aneh bin ajaib....inilah  kisah ustadz salafy mengemis  dinar
“Jangan Dikritik Dulu Nanti Dananya Tidak Keluar”
…Ucap Firanda MA. Ditulis pada Juli 9, 2012 oleh kajiansalafycileungsi Pada suatu hari datang utusan Ihyaut Turats dari Kuwait ke Ma’had Jamilurrahman Jogja dalam rangka kunjungan dan mengisi muhadharah di Ma’had tersebut. Ketika itu para pengajar Jamilurahman, Firanda dan sebagian pengajar di Islamic Centre bin Baaz yang dipimpin oleh Abu Nida, datang pada acara muhadarah tersebut. Setelah selesai dari muhadharah, utusan Ihyaut Turats Kuwait tersebut pun berjalan keluar sampai pada pelataran masjid, bertemulah dengan sebagian santri dan pengajar Ma’had Jamilurrahman di sana dan tiba-tiba salah satu pengajar Jamilurrahman (Abu Saad MA) mengenalkan Firanda kepada utusan dari Ihyaut Turats tersebut bahwa Firanda adalah seorang penuntut ilmu di Jaamiah Islamiyah Madinah. Terjadilah pembicaraan antara Firanda dengan utusan Ihyaut Turats dari kuwait tersebut yang didalam pembicaraan tersebut Firanda mengkritik Abdurrahman Abdul Khaliq. Setelah beberapa menit terjadi dialog antara Firanda dan utusan Kuwait tersebut, utusan tersebut pergi bersama sebagian pengajar Islamic Center bin Baaz. Lalu kami (santri Jamilurrahman) beserta Firanda masih berada di halaman masjid, lalu Firanda berkata : “Jangan di kritik dulu, nanti dananya tidak keluar.” Lalu Firanda melanjutkan perkataannya lagi, “Ana pernah tanya kepada Syaikh Muhammad bin Hadi di sana dan ada beberapa teman yang bersama ana (Arifin Badri, Anas, Abdullah Taslim dll)… “Ya Syaikh, apa hukum mengambil dana Ihyaut Turats?” Syaikh menjawab : “Tidak boleh karena dikhawatirkan nanti ia akan menjadi sururi.” (kurang lebih seperti itu makna jawabannya –ed) lalu Firanda kembali bertanya (baca : ngga puas) : “Apakah seseorang itu dihukumi apa yang terjadi sekarang atau yang akan datang?” Lalu Syaikh Muhammad Hadi pun terlihat merah wajahnya dengan apa yang diucapkan oleh Firanda, sehingga kata Firanda teman-temannya menahan-nahannya untuk tidak melanjutkan apa yang ia tanyakan. Pada kesempatan yang lain Firanda pernah bilang kepada temannya bernama Amir Sorong Lc. (berasal dari sorong), dan temannya tersebut pernah bercerita kepada ana tentang perkataan Firanda. Dia berkata bahwa Firanda pernah bilang kepadanya : “Mudah baginya untuk membantah asatidzah (ustadz-ustadz kita, terkait permasalahan Ihyaut Turats-ed) semudah membalikkan telapak tangan.” Dan perkataan sesumbarnya ini direalisasikan oleh Firanda dengan mengeluarkan buku pembelaan terhadap Ihyaut Turats dan “menyikat” orang-orang yang menjelaskan penyimpangan mereka (1). Namun apakah realitanya sesuai dengan sesumbar yang ia katakan mudah membantah ustadz-ustadz kita semudah membalikan telapak tangan…? malah kenyataannya berbeda…! Alhamdulilllah ahlussunnah salafiyyin bangkit membantah Firanda, ada yang membantah secara khusus bukunya firanda (2), ada yang menjelaskan kepada ummat secara rinci tentang bahaya Ihyaut Turats, dan alhamdulillah sebagian orang yang awalnya tidak paham tentang permasalahan Ihyaut Turats menjadi paham, yang awalnya masih samar menjadi jelas. Itulah keadaan Firanda dan keadaan sebagian besar mereka (kalau tidak mau dikatakan semua) menutup mata atas peyimpangan dan kesesatan Ihyaut Turats dan Abdurrahman Abdul Khaliq. Ada yang karena ngga enak telah di beri bantuan dan ada yang karena fanatik dan menutup mata dari penyimpangan Ihyaut Turats. Bahkan sedikit banyak mereka menjadi tunggangan Ihyaut Turats dalam menyebarkan manhaj menyimpangnya, lihat saja da’i resmi Ihyaut Turats (Abu Qatadah) harus rela melangkahkan kakinya untuk mengantarkan uang bantuan ke ma’had yang bermanhaj khawarij, begitu juga sebagian ustadz-ustdaz mereka malah berlaku keras kepada asatidzah (ustadz-ustadz kita) dikarenakan ketegasan ustadz-ustadz kita melaksanakan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar dengan menjelaskan penyimpangan Ihyaut Turast, Al-Sofwa dan lainnya. Wahai Firanda di mana dirimu terhadap perintah amar ma’ruf nahi mungkar…? Terhadap penjelasan tentang penyimpangan Ihyaut Turats…? Malah engkau menghadang, membantah orang yang menjelaskan penyimpangan mereka…? Padahal Allah Subhaanahu wata’aala berfirman: كُنْتُمْخَيْرَأُمَّةٍأُخْرِجَتْلِلنَّاسِتَأْمُرُونَبِالمَعْرُوفِوَتَنْهَوْنَعَنِالمُنكَرِوَتُؤْمِنُونَبِاللهِ “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Qs. Ali Imran : 110) وَلْتَكُنْمِنْكُمْأُمَّةٌيَدْعُونَإِلَىالْخَيْرِوَيَأْمُرُونَبِالمَعْرُوفِوَيَنْهَوْنَعَنِالمُنْكَرِوَأُوْلَئِكَهُمُالمُفْلِحُونَ “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali Imran : 104) وَالمُؤْمِنُونَوَالمُؤْمِنَاتُبَعْضُهُمْأَوْلِيَاءُبَعْضٍيَأْمُرُونَبِالمَعْرُوفِوَيَنْهَوْنَعَنِالمُنكَرِوَيُقِيمُونَالصَّلاةَوَيُؤْتُونَالزَّكَاةَوَيُطِيعُونَاللهَوَرَسُولَهُأُوْلَئِكَسَيَرْحَمُهُمُاللهُإِنَّاللهَعَزِيزٌحَكِيمٌ “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. At-Taubah : 71) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : مَنْرَأَىمِنْكُمْمُنْكَرًافَلْيُغَيِّرْهُبِيَدِهِفَإِنْلَمْيَسْتَطِعْفَبِلِسَانِهِفَإِنْلَمْيَسْتَطِعْفَبِقَلْبِهِوَذَلِكَأَضْعَفُالإِيمَانِ “Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak sanggup maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak sanggup maka ubahlah dengan hatinya dan ini adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim) Ditulis oleh Abu Ibrahim Abdullah Al-Jakarty ____________________________ (1) Lerai Pertikaian Sudahi Permusuhan Penulis Abu Abil Muhsin Firanda (2) Menjalin Ukhuwah di Atas minhaj Nubuwwah Bantahan Ilmiah Terhadap Buku Lerai Pertikaian Sudahi Permusuhan Karya Abu Abil Muhsin Firanda,
Penulis Al-Ustadz Askari Bin Jamal Al-Bugisi http://kajiancileungsi.wordpress.com/2012/07/09/jangan-dikritik-dulu-nanti-dananya-tidak-keluarucap-firanda-ma/
Baca Selanjutnya

Minggu, 23 September 2012

Perayaan hari kemerdekaan saudi arabia yang meriah


ARAB SAUDI (WAHABI) AHLUL BIDAH YANG MENGAKU AHLUS SUNNAH

Di Saudi Arabia terdapat 3 sebutan hari besar yaitu 1. Al-‘Id Al-Wathani, 2. Al-Yaum Al-Wathani dan 3. Huduts Al-Yaum

Arab Saudi merayakan ulang tahun Hari Nasional (AL-YAUM AL-WATHONI) pada tgl: 23/09/2011 09:02:00 di tengah prestasi yang luar biasa Urusan Politik akhir King Abdulaziz bin Abdulrahman Al Saud

Riyadh - Hari Nasional Saudi, yang jatuh pada tanggal 23 September setiap tahun diperingati dgn meriah untuk mendapatkan kembali kenangan dari barisan pembentukan Kerajaan Arab Saudi sebagai negara modern di tangan pendiri almarhum Raja Abdulaziz bin Abdulrahman Al Saud.

Sebelumnya perlu dipahami dahulu pengertian ‘Id. ‘Id adalah hari perayaan yang dilakukan secara rutin, baik setiap tahun, setiap bulan, atau setiap pekan. Sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidha Shiratil Mustaqim. Sehingga dari pengertian ini hari perayaan kemerdekaan termasuk ‘Id, karena berulang setiap tahun sekali.

Benar sekali, bahwa ‘Id ini bisa jadi terkait dengan perkara ibadah seperti ‘Idul Fithri atau ‘Idul Adha, dan bisa juga terkait dengan perkara non-ibadah seperti perayaan ulang tahun, perayaan hari kemerdekaan, perayaan tahun baru, dll. Namun perlu diketahui bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyatakan bahwa ‘Id adalah bagian dari agama.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إن لكل قوم عيدا ، وهذا عيدنا

“Setiap kaum memiliki ‘Id sendiri dan ‘Idul Fithri ini adalah ‘Id kita (kaum muslimin)” (HR. Bukhari no. 952, 3931, Muslim no. 892)

Dari hadits di atas jelas sekali bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyatakan bahwa ‘Id adalah ciri dari suatu kaum. Dan ‘Id yang menjadi ciri dari kaum muslimin adalah ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha, sebagaimana diungkapkan dalam hadits:

الفطر يوم يفطر الناس ، والأضحى يوم يضحي الناس

“‘Idul Fithri adalah hari berbuka puasa, ‘Idul Adha adalah hari menyembelih” (HR. Timidzi no.802, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

Nah, jika ‘Id yang menjadi ciri kaum muslimin adalah hanya ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri, maka ‘Id yang lain adalah ciri dari kaum selain kaum muslimin.

Itulah sebabnya para ulama menghukumi perayaan-perayaan semacam perayaan hari kemerdekaan sebagai tasyabbuh (menyerupai kaum non-muslim). Dan tasyabbuh sudah tegas dan jelas hukumnya dengan hadits:

من تشبه بقوم فهو منهم

“Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, di hasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, di shahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152)

Selain itu pada hadits pertama tadi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyatakan bahwa ‘Id adalah bagian dari agama. Artinya bahwa dalam ‘Id mengandung perkara ibadah. Oleh karena itu para ulama juga menghukumi perayaan-perayaan semacam perayaan hari kemerdekaan sebagai perkara bid’ah.

Dan bid’ah telah jelas hukumnya dengan hadits:

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد

“Orang yang membuat perkara baru dalam agama ini, maka amalannya tersebut tertolak” (HR. Bukhari, no. 2697)

Sebagian orang mungkin belum mau menerima penjelasan bahwa dilarang membuat hari-hari perayaan selain 2 hari raya tersebut karena termasuk tasyabbuh dan bid’ah. Namun, andaikan mereka menolak bahwa perayaan tersebut termasuk tasyabbuh dan bid’ah, maka terdapat larangan khusus (tersendiri) mengenai hal ini, yaitu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam melarang ummatnya membuat ‘Id baru selain dua hari ‘Id yang sudah ditetapkan syariat.

Hal ini diceritakan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu:

قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر

“Di masa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam baru hijrah ke Madinah, warga Madinah memiliki dua hari raya yang biasanya di hari itu mereka bersenang-senang.

Rasulullah bertanya: ‘Perayaan apakah yang dirayakan dalam dua hari ini?’.

Warga madinah menjawab: ‘Pada dua hari raya ini, dahulu di masa Jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan bersenang-senang’.
Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan ‘Idul Fithri’.” (HR. Abu Daud, 1134, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/119, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud, 1134)

Dalam hadits ini, ‘Id yang dirayakan oleh warga Madinah ketika itu bukanlah hari raya yang terkait ibadah, bahkan hari raya yang hanya hura-hura dan senang-senang. Namun tetap dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Ini menunjukkan terlarangnya membuat ‘Id baru selain dua hari ‘Id yang sudah ditetapkan syariat, baik ‘Id tersebut tidak terkait dengan ibadah, maupun terkait dengan ibadah.

Wallahu a’lam bish-Shawab. Semoga bermanfa'at. Aamiin


Baca Selanjutnya

MUHAMMAD SHALIH AL-UTSAIMIN MENGINGKARI KEUTAMAAN RASULULLAH

By Ibnu Mas'ud

MUHAMMAD SHALIH AL-UTSAIMIN MENGINGKARI KEUTAMAAN RASULULLAH
محمد بن صالح العثيمين يقول لا يعلم دليل على أن النبي صلى الله عليه وسلم أفضل الخلق مطلقاً, أو بعبارة أخرى فهو ينفي أن يكون النبي صلى الله عليه وسلم أفضل الخلق مطلقاً (شاهد الصورة من كتاب المناهي اللفظية ص 161

Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan tidak menemukan bukti bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mutlak sebagai makhluk terbaik. Atau dengan kata lain ia menyangkal bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mutlak sebagai makhluk terbaik.

Lihat Scan Kitab Al-Manahi Al-Lafzhiyah hal.. 161 seperti dalam gambar.

Sementara ayat Al-Qur’an, hadits Nabi dan pendapat ulama menjelaskan bahwaRasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik makhluk ciptaan Allah.

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS.Al-Qalam: 4)

روى مسلم (4223) عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ ، وَأَوَّلُ شَافِعٍ ، وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ) .

Diriwayatkan oleh Muslim (4223) dari Abu Hurairah ra. dia berkata: Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku adalah penghulu keturunan Nabi Adam pada hari kiamat, dan yang pertama bangkit dari kubur, pemberi pertolongan yang pertama kali, dan yang pertama mendapatkan pertolongan.”

وقد فهم العلماء من هذا النص وغيره من النصوص الواردة في فضائل نبينا صلى الله عليه وسلم أنه أفضل الخلق .
قال النووي رحمه الله في "شرح صحيح مسلم :
وهذا الحديث دليل لتفضيله صلى الله عليه وسلم على الخلق كلهم ، لأن مذهب أهل السنة أن الآدميين أفضل من الملائكة ، وهو صلى الله عليه وسلم أفضل الآدميين وغيرهم"

Pemahaman para ilmuwan 'dari teks dan teks-teks lain yang terkandung dalam nilai-nilai KEUTAMAAN Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam bahwa yang terbaik dari penciptaan.

Al-Nawawi mengatakan dalam "Syarah Shahih Muslim":
Hadits ini menunjukkan keutamaan Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam mengalahkan keutamaan semua makhluk (ciptaan Allah), karena menurut pemahaman Ahlussunnah bahwa manusia lebih baik dari malaikat, dan dia Nabi Muhammad Shallallhu ‘alaihi wa sallam adalah manusia terbaik dan terbaik dari makhluk lainnya."

جاء في البداية والنهاية - (ج 6 / ص 302)
وسيأتي الحديث في صحيح مسلم عن أبي بن كعب أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إني سأقوم مقاما يوم القيامة يرغب إلى الخلق كلهم حتى أبو هم إبراهيم الخليل *
فدل على أنه أفضل إذ هو يحتاج إليه في ذلك المقام، ودل على أن إبراهيم أفضل الخلق بعده

Datang dari Kitab Bidayah Wa An-Nihayah - (juz 6 / hal. 302)
Pembicaraan ini akan datang dalam Shahih Muslim dari Abu bin Ka'ab bahwa Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku akan menempati suatu tempat yang diinginkan semua makhluk pada Hari Kebangkitan sampai termasuk bapakmu Ibrahim yang dikasihi Allah *

Hal ini menunjukkan bahwa Nabi lebih utama jika tempat belia sangat dibutuhkan di tempat itu, dan menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim adalah makhluk terbaik berikutnya.

وقد قال بذلك جل علماء الامة الإسلامية فنبينا صلى الله عليه وسلم أفضل الخلق فراجع مثلا

الإمام الشافعي في "الأم" (4/167) .
الإمام عبد الرازق الصنعاني في مصنفه (2/419) .
الإمام السبكي والخفاجي في نسيم الرياض ج (3) ص (531)
الإمام السخاوي في التحفة اللطيفةالصفحة : 12
حاشية أنوار البروق فى أنواع الفروق ج4 ص 330
فيض القدير ج 6 ص 343
ابن حجر في "فتح الباري" شرح حديث رقم (6229) .
المرداوي في " الإنصاف" (11/422) .
الألوسي في"روح المعاني" (4/284) .
حتي شيخ اسلامهم ابن تيمية في "مجموع الفتاوى" (1/313) و (5/127، 468) .
وتلميذه ابن القيم في تهذيب السنن حديث رقم (1787) من عون المعبود ابن القيم بدائع الفوائد ج3 ص655

Dan sungguh telah mengatakan hal yang demikian itu adalah mayoritas ulama bahwa Nabi Shallallhu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik makhluk, merujuk pada beberapa pendapat, misalnya:

1. Imam Syafi'i dalam "Al-Uum" (4/167).
2. Imam Abdul Razzak Ash-Shan'aani dalam karyanya (2/419).
3. Imam Subki dan al-Khafaji dalam Nasim Ar-Riyadh juz (3) hal. (531)
4. Imam Sakhawi dalam At-Tuhfah Al-Lathifah hal. 12
5. Al-Qadiir juz 6 hal. 343
6. Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari’ syarah hadits (6229).
7. Mardaawi dalam "Al-Inshaf" (11/422).
8. Al-Alusi dalam "Ruh Al-Ma’ani" (4/284).
9. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu’ Al-Fatawwsa" (1/313) dan (5/127, 468).
10. Dan Muridnya Ibnu Qaiyim Al-Jauzi dalam Tahdzib As-Sunan hadits nomor (1787) Ibnu Qayyim dalam Bada-i’ Al-Fawaid juz 3, hal. 655

Wallahu a’lam bish-Shawab. Semoga bermanfa’at. Aamiin
Baca Selanjutnya

Sabtu, 15 September 2012

FATWA NGACO ULAMA WAHABI




FATWA NGACO ULAMA WAHABI

اخر فتاوي الدكتور علي الربيعي: المراة التي تنزل البحر حتى ولو محجبة يقع عليها الحد

"من اكبر الكبائر نزول المراة البحر حتى لو كانت محجبة لان البحر ذكر وبدخول الماء مكان حشمتها تكون قد زنت ويقع عليها الحد"

FATWA BARU ULAMA WAHABI DR. ALI AR-ROBI’I


“Termasuk dari dosa-dosa besar, perempuan turun ke laut, sekalipun berhijab.Karena laut itu laki-laki. Bila air laut masuk ke ‘anu’nya maka dia berzina dan jatuh hadd kepadanya”


MUNCUL LAGI SYEIKH JASIM AS-SAIDI DI BAHRAIN.

Dalam twiternya sang Syekh berfatwa :

اؤكد على ما ذكرته مسبقا…القليل من الدعارة والخمر في البحرين لتغطية العجز الاقتصادي مجاز شرعا. وولي الامر يرى ما لا يراه الآخرون


“Aku tegaskan perkataanku sebelumnya bahwa MELACURKAN DIRI dan KHOMR di Bahrain asal tidak terlalu sering untuk menutupi KELEMAHAN EKONOMI itu boleh secara syari’at. Waliyyul amr (yang membahas ini) mempunyai pertimbangan yang lebih baik daripada orang kebanyakan”.


YANG LEBIH HEBOH LAGI DR. ALI AR-ROBI’I MENGELUARKAN PERNYATAAN:


أل سعود ومحمد ين عبد الوهاب ومعاوية رضي الله عنه هم أفضل مخلوقات الله السعودية وقطر البحرين = شيعة = الشيعة الروافض


“Keluarga Besar Raja Sa’ud, Muhammad bin Abdul Wahab, dan Mu’awiyah ra. adalah SEBAIK-BAIK MAKHLUK ALLAH”. Orang-orang Saudi, Qatar, Bahrain adalah Syi’ah, Syi’ah Rafidhah. Wallahul musta’an min hadzal fatwa


ASTAGHFIRULLAHAL ‘AZHIM WA NATUBU ILAIK
Baca Selanjutnya

WAHABI MEROMBAK KITAB AL WASHIYYAH KARYA IMAM ABU HANIFAH



Kejahatan WAHABI Di Depan Mata, Mereka Merombak Kitab al Washiyyah Karya Imam Abu Hanifah Terang-terangan... Perhatikan..!!!

Kitab berjudul al Washiyyah adalah karya Imam besar, Abu Hanifah an Nu'man ibn Tsabit al Kufiyy (w 150 H), Imam Madzhab Hanafi.

Tradisi buruk kaum Musyabbihah dalam merombak karya para ulama Ahlussunnah terus turun-temurun dan berlangsung hingga sekarang. Kaum Wahhabiyyah di masa sekarang, yang notabene kaum Musyabbihah juga telah melakukan perubahan yang sangat fatal dalam salah satu karya al-Imâm Abu Hanifah berjudul al-Washiyyah. Dalam risalah al-Washiyyah yang merupakan risalah akidah Ahlussunnah, al-Imâm Abu Hanifah menuslikan:

استوى على العرش من غير أن يكون احتياج إليه واستقرار عليه

(Artinya; Dia Allah Istawâ atas arsy dari tanpa membutuhkan kepada arsy itu sendiri dan tanpa bertempat di atasnya).

Perhatikan manuskrip kitab al Washiyyah pada gambar bagian atas..!!!

Namun dalam cetakan kaum Wahabi tulisan Imam Abu Hanifah tersebut dirubah menjadi:

استوى على العرش من غير أن يكون احتياج إليه واستقر عليه

Maknanya berubah total menjadi: ”Dia Allah Istawâ atas arsy dari tanpa membutuhkan kepada arsy, dan Dia bertempat di atasnya”.

Anda perhatikan dengan seksama cetakan kaum Wahabi pada gambar bagian bawah !!!

Padahal, sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehat, mengatakan bahwa Allah tidak membutuhkan kepada arsy, namun pada saat yang sama juga mengatakan bahwa Allah bertempat di atas arsy.

Yang paling mengherankan ialah bahwa dalam buku cetakan mereka ini, manuskrip risalah al-Imâm Abu Hanifah tersebut mereka sertakan pula. Dengan demikian, baik disadari oleh mereka atau tanpa disadari, mereka sendiri yang telah membuka ”kedok” dan “kejahatan besar” yang ada pada diri mereka, karena bagi yang membaca buku ini akan melihat dengan sangat jelas kejahatan tersebut.

Anda tidak perlu bertanya di mana amanat ilmiah mereka? Di mana akal sehat mereka? Dan kenapa mereka melakukan ini? Karena sebenarnya itulah tradisi mereka. Bahkan sebagian kaum Musyabbihah mengatakan bahwa berbohong itu dihalalkan jika untuk tujuan mengajarkan akidah tasybîh mereka. A’ûdzu Billâh. Inilah tradisi dan ajaran yang mereka warisi dari “Imam” mereka, “Syaikh al-Islâm” mereka; yaitu Ahmad ibn Taimiyah, seorang yang seringkali ketika mengungkapkan kesesatan-kesesatannya lalu ia akan mengatakan bahwa hal itu semua memiliki dalil dan dasar dari atsar-atsar para ulama Salaf saleh terdahulu, padahal sama sekali tidak ada.

Misalkan ketika Ibn Taimiyah menuliskan bahwa “Jenis alam ini Qadim; tidak memiliki permulaan”, atau ketika menuliskan bahwa “Neraka akan punah”, atau menurutnya “Perjalanan (as-Safar) untuk ziarah ke makam Rasulullah di Madinah adalah perjalanan maksiat”, atau menurutnya “Allah memiliki bentuk dan ukuran”, serta berbagai kesesatan lainnya, ia mengatakan bahwa keyakinan itu semua memiliki dasar dalam Islam, atau ia berkata bahwa perkara itu semua memiliki atsar dari para ulama Salaf saleh terdahulu, baik dari kalangan sahabat maupun dari kalangan tabi’in, padahal itu semua adalah bohong besar. Kebiasaan Ibn Taimiyah ini sebagaimana dinyatakan oleh muridnya sendiri; adz-Dzahabi dalam dua risalah yang ia tulisnya sebagai nasehat atas Ibn Taimiyah, yang pertama an-Nashîhah adz-Dzhabiyyah dan yang kedua Bayân Zaghl al-‘Ilm Wa ath-Thalab.

Sesungguhnya memang seorang yang tidak memiliki senjata argumen, ia akan berkata apapun untuk menguatkan keyakinan yang ia milikinya, termasuk melakukan kebohongan-kebohongan kepada para ulama terkemuka. Inilah tradisi ahli bid’ah, untuk menguatkan bid’ahnya, mereka akan berkata: al-Imam Malik berkata demikian, atau al-Imam Abu Hanifah berkata demikian, dan seterusnya. Padahal sama sekali perkataan mereka adalah kedustaan belaka.

Dalam al-Fiqh al-Akbar, al-Imam Abu Hanifah menuliskan sebagai berikut :

“Dan sesungguhnya Allah itu satu bukan dari segi hitungan, tapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tidak ada suatu apapun yang meyerupai-Nya. Dia bukan benda, dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda. Dia tidak memiliki batasan (tidak memiliki bentuk; artinya bukan benda), Dia tidak memiliki keserupaan, Dia tidak ada yang dapat menentang-Nya, Dia tidak ada yang sama dengan-Nya, Dia tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya, dan tidak ada suatu apapun dari makhluk-Nya yang menyerupainya” (Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan Syarh-nya karya Mulla ‘Ali al-Qari’, h. 30-31).

Masih dalam al-Fiqh al-Akbar, Al-Imam Abu Hanifah juga menuliskan sebagai berikut :

وَاللهُ تَعَالى يُرَى فِي الآخِرَة، وَيَرَاهُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَهُمْ فِي الْجَنّةِ بِأعْيُنِ رُؤُوسِهِمْ بلاَ تَشْبِيْهٍ وَلاَ كَمِّيَّةٍ وَلاَ يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ خَلْقِهِ مَسَافَة.

“Dan kelak orang-orang mukmin di surga nanti akan melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri. Mereka melihat-Nya tanpa adanya keserupaan (tasybih), tanpa sifat-sifat benda (Kayfiyyah), tanpa bentuk (kammiyyah), serta tanpa adanya jarak antara Allah dan orang-orang mukmin tersebut (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan atau-pun samping kiri)”” ( Lihat al-Fiqh al-Akbar dengan syarah Syekh Mulla Ali al-Qari, h. 136-137).

Pernyataan al-Imam Abu Hanifah ini sangat jelas dalam menetapkan kesucian tauhid. Artinya, kelak orang-orang mukmin disurga akan langsung melihat Allah dengan mata kepala mereka masing-masing. Orang-orang mukmin tersebut di dalam surga, namun Allah bukan berarti di dalam surga. Allah tidak boleh dikatakan bagi-Nya “di dalam” atau “di luar”. Dia bukan benda, Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah. Inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Abu Hanifah bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah tanpa tasybih, tanpa Kayfiyyah, dan tanpa kammiyyah.

Pada bagian lain dari Syarh al-Fiqh al-Akbar, yang juga dikutip dalam al-Washiyyah, al-Imam Abu Hanifah berkata:

ولقاء الله تعالى لأهل الجنة بلا كيف ولا تشبيه ولا جهة حق

“Bertemu dengan Allah bagi penduduk surga adalah kebenaran. Hal itu tanpa dengan Kayfiyyah, dan tanpa tasybih, dan juga tanpa arah” (al-Fiqh al-Akbar dengan Syarah Mulla ‘Ali al-Qari’, h. 138).

Kemudian pada bagian lain dari al-Washiyyah, beliau menuliskan:

وَنُقِرّ بِأنّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى مِنْ غَيْرِ أنْ يَكُوْنَ لَهُ حَاجَةٌ إليْهِ وَاسْتِقْرَارٌ عَلَيْهِ، وَهُوَ حَافِظُ العَرْشِ وَغَيْرِ العَرْشِ مِنْ غَبْرِ احْتِيَاجٍ، فَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا لَمَا قَدَرَ عَلَى إيْجَادِ العَالَمِ وَتَدْبِيْرِهِ كَالْمَخْلُوقِيْنَ، وَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا إلَى الجُلُوْسِ وَالقَرَارِ فَقَبْلَ خَلْقِ العَرْشِ أيْنَ كَانَ الله، تَعَالَى اللهُ عَنْ ذَلِكَ عُلُوّا كَبِيْرًا.

“Kita menetapkan sifat Istiwa bagi Allah pada arsy, bukan dalam pengertian Dia membutuhkan kepada arsy tersebut, juga bukan dalam pengertian bahwa Dia bertempat atau bersemayam di arsy. Allah yang memelihara arsy dan memelihara selain arsy, maka Dia tidak membutuhkan kepada makhluk-makhluk-Nya tersebut. Karena jika Allah membutuhkan kapada makhluk-Nya maka berarti Dia tidak mampu untuk menciptakan alam ini dan mengaturnya. Dan jika Dia tidak mampu atau lemah maka berarti sama dengan makhluk-Nya sendiri. Dengan demikian jika Allah membutuhkan untuk duduk atau bertempat di atas arsy, lalu sebelum menciptakan arsy dimanakah Ia? (Artinya, jika sebelum menciptakan arsy Dia tanpa tempat, dan setelah menciptakan arsy Dia berada di atasnya, berarti Dia berubah, sementara perubahan adalah tanda makhluk). Allah maha suci dari pada itu semua dengan kesucian yang agung” (Lihat al-Washiyyah dalam kumpulan risalah-risalah Imam Abu Hanifah tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 2. juga dikutip oleh Mullah Ali al-Qari dalam Syarh al-Fiqhul Akbar, h. 70).

Dalam al-Fiqh al-Absath, al-Imam Abu Hanifah menuliskan:

قُلْتُ: أرَأيْتَ لَوْ قِيْلَ أيْنَ اللهُ؟ يُقَالُ لَهُ: كَانَ اللهُ تَعَالَى وَلاَ مَكَانَ قَبْلَ أنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ، وَكَانَ اللهُ تَعَالَى وَلَمْ يَكُنْ أيْن وَلاَ خَلْقٌ وَلاَ شَىءٌ، وَهُوَ خَالِقُ كُلّ شَىءٍ.

“Aku katakan: Tahukah engkau jika ada orang berkata: Di manakah Allah? Jawab: Dia Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum segala makhluk-Nya ada. Allah ada tanpa permulaan sebelum ada tempat, sebelum ada makhluk dan sebelum segala suatu apapun. Dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu” (Lihat al-Fiqh al-Absath karya al-Imam Abu Hanifah dalam kumpulan risalah-risalahnya dengan tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 20).

Pada bagian lain dalam kitab al-Fiqh al-Absath, al-Imam Abu Hanifah menuliskan:

“Allah ada tanpa permulaan (Azali, Qadim) dan tanpa tempat. Dia ada sebelum menciptakan apapun dari makhluk-Nya. Dia ada sebelum ada tempat, Dia ada sebelum ada makhluk, Dia ada sebelum ada segala sesuatu, dan Dialah pencipta segala sesuatu. Maka barangsiapa berkata saya tidak tahu Tuhanku (Allah) apakah Ia di langit atau di bumi?, maka orang ini telah menjadi kafir. Demikian pula menjadi kafir seorang yang berkata: Allah bertempat di arsy, tapi saya tidak tahu apakah arsy itu di bumi atau di langit” (al-Fiqh al-Absath, h. 57).

Wa Allah A'lam Bish Shawab,.....

Wal Hamdu Lillah Rabb al Alamin,......
Baca Selanjutnya

Kamis, 06 September 2012

Aneka logo mata satu logo resmi negara taukhid

Sejak kapan Horus Mata satu muncul di negeri yang katanya Islami?



badge lengan asykar najd



rompi asykar najd




logo pemadam Kebakaran nejd



kesatuan pemantau kecepatan lantas Nejed



bagde kepolisian I Nejed, Timoer Medinah



badge kepolisian II Nejed, Timoer Medinah.
Logo penerbit salafy di Indonesia 

 
Staff IT nejd


warga & asykar


pin kerah seragam
 

rompi relawan








kantor IT


logo pada topi baret askar



logo special forces dengan jangka Terbalik


logo di lengan asykar


relawan II


logo di pintu kendaraan patroli


mobil patroli muthawe


jeep patroli muthawe


jeep patroli muthawe 2
 

Symbol Polisi Militer Najdiyyun


IT commandante


mobil patroli muthawe dengan armed M-16 officer

 
para officer muthawe


Sekolah Intelijen nejd


Jip Patroli 2011


Pejabat Intelijen nejd


Pejabat Intelijen nejd


Interpol Su'ud


Foto Bareng di depan Sekolah Intelijenlogo di pintu tetep tasyabbuh mata satuNejed ( Timoer Medinah )


Logo badge asykar mata satu


Polisi Ndeso Bagian ASIR

 
Logo mata satu


















Baca Selanjutnya

Telaah TEKS PIAGAM MADINAH


Teks Piagam Madinah adalah teks perjanjian dengan orang-orang Yahudi, bentuk TEKS PIAGAM MADINAH berupa Kalimat-kalimat shahifah (piagam), seperti tercantum dalam kitab Sirah al Nabawiyah Ibn Hisyam, tersusun secara bersambung, tidak terbagi atas pasal-pasal dan bukan berbentuk syair. Bismillah al Rahman al Rahim tertulis pada awal naskah, disusul dengan rangkaian kalimat berbentuk prosa. Ilmuan muslim dan non muslim banyak yang mengutip naskah ituyang dibagi atas pasal-pasal. Muhmmad Hamidullah, misalnya mengutip teks itu selengkapnya dan membaginya atas 47 pasal.(Majmu’ah al Wasa’iq al Siyasiyah Li al ‘Ahd al Nabawiyy wa Khilafah al Rasyidah). W.Montgomery Watt, dalam bukunya, Muhammad at Medina, mencantumkan terjemahan piagam itu dalam bahasa Inggris, tanpa mengutip bahasa Arabnya. Ia membagi naskah itu atas 47 pasal mengikuti Wensink.

Naskah Piagam Madinah yang paling banyak dikutip adalah yang tercantum di dalam kitab Sirah Al Nabawiyah susunan Ibnu Hisyam, karena kitab sirah inilah yang agaknya paling banyak beredar.

قال ابن إسحاق وكتب رسول الله صلى الله عليه وسلم كتابا بين المهاجرين والأنصار وادع فيه يهود وعاهدهم وأقرهم على دينهم وأموالهم وشرط لهم واشترط عليهم

Ibnu Ishaq berkata : “ Setelah itu Rasulullah SAW membuat perjanjian antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Dalam perjanjian tersebut, Rasulullah SAW tidak memerangi orang-orang Yahudi, membuat perjanjian dengan mereka, mengakui agama dan harta mereka dan membuat persyaratan bagi mereka.
بسم الله الرحمن الرحيم
“Dengan menyebut Nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang”
                            
هذا كتاب من محمد النبي صلى الله عليه وسلم بين المؤمنين والمسلمين من قريش ويثرب ومن تبعهم فلحق بهم وجاهد معهم
“ini adalah piagam dari Muhammad, Nabi SAW, dikalangan mukminin dan Muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yasrib dan orang yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.”

 إنهم أمة واحدة من دون الناس
1.      “Sesungguhnya mereka satu Ummat, lain dari (komunitas) manusia yang lain”
المهاجرون من قريش على ربعتهم يتعاقلون بينهم وهم يفدون عانيهم بالمعروف والقسط بين المؤمنين
2.      “Kaum Muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan )mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang bak dan adil di antara mukminin.”
وبنو عوف على ربعتهم يتعاقلون معافلهم الأولى كل طائفة تفدى عانيها المعروف والقسط بين المؤمنين
3.      “Banu ‘Awf, sesuai keadaan mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.”
 وبنو ساعدة على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الاولى وكل طائفة منهم تفدي عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
4.      “Banu Sa’idah sesuai keadaan mereka, bahu membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara Mukminin.”
 وبنو الحارث على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
5.      “Banu al Hars, sesuai keadaan mereka , bahu membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara Mukminin.”
 وبنو جشم على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى وكل طائفة منهم تفدي عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
6.      “Banu Jusyam, sesuai keadaan mereka , bahu membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara Mukminin.”
وبنو النجار على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى وكل طائفة منهم تفدي عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
7.      “Banu An Najjar, sesuai keadaan (Kebiasaan) mereka , bahu membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara Mukminin.”

 وبنو عمرو بن عوف على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
8.      “Banu Amr Ibnu ‘Auf, sesuai keadaan (Kebiasaan) mereka , bahu membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara Mukminin.”

 وبنو النبيت على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى وكل طائفة تفدي عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
9.      “Banu Al Nabit, sesuai keadaan (Kebiasaan) mereka , bahu membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara Mukminin.”

 وبنو الأوس على ربعتهم يتعاقلون معاقلهم الأولى وكل طائفة منهم تفدي عانيها بالمعروف والقسط بين المؤمنين
10.  “Banu Al Aus, sesuai keadaan (Kebiasaan) mereka , bahu membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara Mukminin.”
وإن المؤمنين لا يتركون مفرحا بينهم ان يعطوه بالمعروف في فداء أو عقل.
11.  “Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang  berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diyat.”
قال ابن هشام المفرح المثقل بالدين والكثير العيال قال الشاعر ... إذا انت لم تبرح تؤدي أمانة ... وتحمل أخرى أفرحتك الودائع
“Ibnu Hisyam berkata : Al Mufrah adalah orang yang mempunyai hutang yang berat dan memiliki tanggungan keluarga yang banyak. Seorang penyair berkata : …ketika engkau tidak jelas menyampaikan amanah…..dan engkau menanggung yang lain maka aku menitipkan kepadamu barang-barang titipan…”
 وأن لا يحالف مؤمن مولى مؤمن دونه
12.  “Seorang Mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.”
وإن المؤمنين المتقين على من بغى منهم أو ابتغى دسيعة ظلم أو إثم أو عدوان أو فساد بين المؤمنين وإن أيديهم عليه جميعا ولو كان ولد أحدهم
13.  “Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara dzalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan dikalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.”
 ولا يقتل مؤمن مؤمنا في كافر ولا ينصر كافرا على مؤمن
14.  “Seorang Mu’min tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.”
 وإن ذمة الله واحدة يجير عليهم أدناهم وإن المؤمنين بعضهم موالي بعض دون الناس
15.  “Jamainan Allah satu. Jaminan (perlindungn) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling  membantu, tidak tergantung pada manusia lain.”
 وإنه من تبعنا من يهود فإن له النصر والأسوة غير مظلومين ولا متناصرين عليهم
16.  “Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terdzalimi dan ditentang (olehnya).”
وإن سلم المؤمنين واحدة لا يسالم مؤمن دون مؤمن في قتال في سبيل الله إلا على سواء وعدل بينهم
17.  “Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin yang lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.”
 وإن كل غازية غزت معنا يعقب بعضها بعضا
18.  “Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain.”
وإن المؤمنين يبيء بعضهم على بعض بما نال دماءهم في سبيل الله وإن المؤمنين المتقين على أحسن هدي وأقومه
19.  “orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertaqwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.”
وأنه لا يجير مشرك مالا لقريش ولا نفسا ولا يحول دونه على مؤمن
20.  “orang musyrik (Yasrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh campur tangan melawan orang beriman.”
 وإنه من اعتبط مؤمنا قتلا عن بينة فإنه قود به إلا أن يرضى ولي المقتول وإن المؤمنين عليه كافة ولا يحل لهم إلا قيام عليه
21.  “Barangsiapa membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.”
 وإنه لا يحل لمؤمن أقر بما في هذه الصحيفة وآمن بالله واليوم الآخر أن ينصر محدثا ولا يؤويه وأنه من نصره أو آواه فإن عليه لعنة الله وغضبه يوم القيامة ولا يؤخذ منه صرف ولا عدل
22.   Tidak halal bagi orang mukmin yang mengaki piagam ini, percaya kepada Allah dan hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari Kimat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.”
 وإنكم مهما اختلفتم فيه من شيء فإن مرده إلى الله عز وجل وإلى محمد صلى الله عليه وسلم
23.  Apabila kalian berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah ‘Azza Wazalla dan keputusan Muhammad SAW.”
 وإن اليهود ينفقون مع المؤمنين ما داموا محاربين
24.  “Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.”
وإن يهود بني عوف أمة مع المؤمنين لليهود دينهم وللمسلمين دينهم مواليهم وأنفسهم إلا من ظلم وأثم فإنه لا يوتغ إلا نفسه وأهل بيته
25.  “Kaum Yahudi Dari Bani Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum mukminin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang dzalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.”
 وإن ليهود بني النجار مثل ما ليهود بني عوف
26.  “Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Auf.”
 وإن ليهود بني الحارث مثل ما ليهود بني عوف
27.  “Kaum Yahudi Bani Al Haris diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Auf.”
وإن ليهود بني ساعدة مثل ما ليهود بن عوف
28.  “Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Auf.”

وإن ليهود بني جشم مثل ما ليهود بني عوف
29.  “Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Auf.”

وإن ليهود بني الأوس مثل ما ليهود بني عوف
30.  “Kaum Yahudi Bani Al Aus diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Auf.”

 وإن ليهود بني ثعلبة مثل ما ليهود بني عوف إلا من ظلم وأثم فإنه لا يوتغ إلا نفسه وأهل بيته
31.  “Kaum Yahudi Bani Tsa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Auf. Kecuali orng Dzaim atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan keluarganya.”
وإن جفنة بطن من ثعلبة كأنفسهم
32.  “suku Jafnah dari Tsa’labah( diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Tsa’labah).
 وإن لبني الشطيبة مثل ما ليهود بني عوف وإن البر دون الإثم
33.  “Banu Syuthaibah (diperlakukan) sama seperti Yahudi Banu ‘Auf. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu lain dari kejahatan.
وإن موالي ثعلبة كأنفسهم
34.  “Sekutu-seutu Tsa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Tsa’labah)
وإن بطانة يهود كأنفسهم
35.  “Kerabat Yahudi (diluar kota madinah) sama seperti mereka (Yahudi).”
 وإنه لا يخرج منهم أحد إلا بإذن محمد صلى الله عليه وسلم وإنه لا ينحجز على نار جرح وإنه من فتك فبنفسه فتك وأهل بيته إلا من ظلم وإن الله على أبر هذا
36.  “Tidak seorangpun dibenarkan ke luar (untuk perang), kecuali seizing Muhammad SAW. ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) uka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balsan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan (ketentuan )ini.”
وإن على اليهود نفقتهم وعلى المسلمين نفقتهم وإن بينهم النصر على من حارب أهل هذه الصحيفة وإن بينهم النصح والنصيحة والبر دون الإثم وإنه لم يأثم امرؤ بحليفه وإن النصر للمظلوم
37.  “Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (yahudi dan Muslimin) saling membantu dalam menghadapi musuh warga Piagam ini. Mereka saling memeberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.”
 وإن اليهود ينفقون مع المؤمنين ما داموا محاربين
38.  “Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.”
 وإن يثرب حرام جوفها لأهل هذه الصحيفة
39.  “Sesungguhnya Yasrib itu tanahnya Haram (suci) bagi warga Piagam ini.”
 وإن الجار كالنفس غير مضار ولا آثم
40.  “Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.”
وإنه لا تجار حرمة إلا بإذن أهلها
41.  “Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali seizizn ahlinya.”
 وإنه ما كان بين أهل هذه الصحيفة من حدث او اشتجار يخاف فساده فإن مرده إلى الله عز وجل وإلى محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم وإن الله على أتقى ما في هذه الصحيفة وأبره
42.  “Bila terjadi suatu peristiwa atau suatu perselisihan di antara pendukung Piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah ‘Azza wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.”
 وإنه لا تجار قريش ولا من نصرها
43.  “Sungguh tidak ada jaminan perlindungan bagi quraisy (Mekah) dan juga bagi pendukung mereka.”
وإن بينهم النصر على من دهم يثرب
44.  “Mereka (pendukung Piagam) bahu-membahu dalam menghadapi penyerang kota Yasrib.”
وإذا دعوا إلى صلح يصالحونه ويلبسونه فإنهم يصالحونه ويلبسونه وإنهم إذا دعواإلى مثل ذلك فإنه لهم على المؤمنين إلا من حارب في الدين على كل أناس حصتهم في جانبهم الذي قبلهم
45.  “Apabila mereka (pendukung  Piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan ) memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.”
وإن يهود الأوس مواليهم وأنفسهم على مثل ما لأهل هذه الصحيفة مع البر المحض من أهل هذه الصحيفة. قال ابن هشام ويقال مع البر المحسن من أهل هذه الصحيفة
قال ابن إسحاق وإن البر دون الإثم لا يكسب كاسب إلا على نفسه وإن الله على أصدق ما في هذه الصحيفة وأبره
46.  “Kaum Yahudi Al Aus, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung Piagam ini, bersama kebaikan yang murni dari pendukung Piagam ini. Ibnu Hsyam berkata : dan dikatakan bersama kebaikan yang berbuat baik dari pendkung piagam ini. Ibnu Ishaq berkata : sesungguhnya kebaikan itu bukanlah dosa. Setiap orang bertanggungjawab atas perbuatannya. Sesunggunya Allah paling memebenarkan dan memandang baik isi piagam ini.”
 وإنه لا يحول هذا الكتاب دون ظالم وآثم وإنه من خرج آمن ومن قعد آمن بالمدينة إلا من ظلم أو أثم وإن الله جار لمن بر واتقى ومحمد رسول الله صلى الله عليه وسلم
47.  “ sesungguhnya piagam ini tidak membela orang dzalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang yang berada di Madinah aman, kecuali orang yang dzalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan taqwa. Muhammad SAW.”
 )السيرة النبوية لابن هشام (- (3 / 35)


OTENTISITAS RIWAYAT

Naskah Piagam Madinah ini populer melalui Riwayat Ibnu Hisyam (w.213 H) dalam kitabnya al Sirah al Nabawiyyah. Sebenarnya kitab Ibnu Hisyam ini merupakan ringkasan dari kitab al Sirah Al Nabawiyyah karya Ibnu Ishaq (w.151 H). Jadi apa yang disebutkan oleh Ibnu Hisyam itu sebenarnya secara material adalah riwyat Ibnu Ishaq. Kemudian apakah Ibnu Ishaq itu seorang yang tsiqah (kredibel), sehingga apa yang ia riwayatkan dapat diterima sebagai dalil atau hujjah (argument) dalam agama Islam?

Ulama Jarh wa Ta’dil (para kritikus hadis) berbeda pendapat dalam menilai Ibnu Ishaq. Sebagian ulama mengatakan bahwa Ibnu Ishaq itu tsiqah (kredibel), sedangkan ulama yang lain menilainya majruh (inkredibel), bahkan ada yang menuduhnya berdusta. Sebagimana Biogarfi Ibnu Ishaq yang dijelaskan oleh Imam Al dzahabi dalam Mizan al I’tidal Fi Naqd al Rijal :


محمد بن إسحاق بن يسار [ عو، م معا ]، أبو بكر المخرمى، مولاهم المدنى، أحد الائمة الاعلام.
ويسار من سبى عين التمر، من موالى قيس بن مخرمة بن عبدالمطلب بن عبد مناف. رأى محمد أنسا، وابن المسيب، وروى عن سعيد بن أبي هند، والمقبرى، وعطاء، والاعرج، ونافع، وطبقتهم. وعنه الحمادان، وإبراهيم بن سعد، وزياد البكائى، وسلمة الابرش، ويزيد بن هارون، وخلق.
وقال ابن معين: قد سمع من أبي سلمة بن عبدالرحمن. وثقه غير واحد، ووهاه آخرون [ كالدارقطني ] (1).وهو صالح الحديث، ماله عندي ذنب إلا ما قد حشا في السيرة من الاشياء المنكرة المنقطعة والاشعار المكذوبة.
قال الفلاس: سمعت يحيى القطان يقول لعبيد الله القواريرى: إلى أين تذهب ؟ قال: إلى وهب بن جرير، أكتب السيرة.قال: تكتب كذبا كثيرا.وقال أحمد بن حنبل: هو حسن الحديث.وقال ابن معين: ثقة، وليس بحجة.وقال على بن المدينى: حديثه عندي صحيح.وقال النسائي وغيره: ليس بالقوى.
وقال الدارقطني: لا يحتج به.وقال يحيى بن كثير وغيره: سمعنا شعبة يقول: ابن إسحاق أمير المؤمنين في الحديث.وقال شعبة أيضا: هو صدوق.وقال محمد بن عبدالله بن نمير: رمى بالقدر، وكان أبعد الناس منه. وقال ابن المدينى: لم أجد له سوى حديثين منكرين.وقال أبو داود: قدري معتزلي.وقال سليمان التيمى: كذاب.وقال وهيب: سمعت هشام بن عروة يقول: كذاب.وقال وهيب: سألت مالكا عن ابن إسحاق فاتهمه. وقال عبدالرحمن بن مهدى: كان يحيى بن الانصاري ومالك يجرحان ابن إسحاق.وقال يحيى بن آدم: حدثنا ابن إدريس، قال: كنت عند مالك فقيل له: إن ابن إسحاق يقول: اعرضوا على علم مالك فإنى بيطاره.فقال مالك: انظروا إلى دجال من الدجاجلة.وقال ابن عيينة: رأيت ابن إسحاق في مسجد الخيف فاستحييت أن يرانى معه أحد.اتهموه بالقدر.وروى أبو داود، عن حماد بن سلمة، قال: ما رويت عن ابن إسحاق إلا باضطرار.وقال الفلاس: سمعت يحيى يقول: قال رجل لابن إسحاق كيف حديث شر حبيل بن سعد ؟ فقال: واحد يحدث عنه.قال يحيى: العجب من ابن إسحاق يحدث عن أهل الكتاب، ويرغب من شرحبيل.وقال أحمد بن حنبل.
حدثنا يحيى، قال: وقال هشام بن عروة أهو كان يدخل على امرأتي - يعنى محمد بن إسحاق / وامرأته فاطمة بنت المنذر.قلت: وما يدرى هشام بن عروة ؟ فلعله سمع منها في المسجد، أو سمع منها وهو صبى، أو دخل عليها فحدثته من وراء حجاب، فأى شئ في هذا ؟ وقد كانت امرأة قد كبرت وأسنت. وقال على: سمعت يحيى القطان يقول: دخل ابن إسحاق على الاعمش وكلموه فيه، ونحن جلوس، ثم خرج علينا الاعمش وتركه في البيت، فلما ذهب قال الاعمش: قلت له شفيق. قال: قل أبو وائل.قال (1): زودني من حديثك إلى المدينة.قلت له: صار حديثى طعاما.وقال على: سمعت ابن عيينة يقول: ما سمعت أحدا يتكلم في ابن إسحاق إلا [ في قوله ] (2) في القدر.وقال على: سمعت يحيى يقول: حجاج بن أرطاة، وابن إسحاق، وأشعث بن سوار دونهما.وقال ابن أبي فديك: رأيت ابن إسحاق يكتب عن رجل من أهل الكتاب. قلت: ما المانع من رواية الاسرائيليات عن أهل الكتاب مع قوله صلى الله عليه وسلم: حدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج. وقال إذا حدثكم أهل الكتاب فلا تصدقوهم ولا تكذبوهم، فهذا إذن نبوى في جواز سماع ما يأثرونه في الجملة، كما سمع منهم ما ينقلونه من الطب، ولا حجة في شئ من ذلك، إنما الحجة في الكتاب والسنة. وقال أحمد: هو كثير التدليس جدا. قيل له: فإذا قال أخبرني وحدثني فهو ثقة ؟ قال: هو يقول أخبرني ويخالف. فقيل له: أروى عنه يحيى بن سعيد ؟ قال: لا. ومن مناكيره: عن نافع، عن ابن عمر، قال: يزكى عن العبد النصراني وقال ابن عدى: كان ابن إسحاق يلعب بالديوك. قلت: لم يذكر ابن إسحاق أبو عبد الله البخاري في كتاب الضعفاء له. أبو قلابة الرقاشى، حدثنى أبو داود سليمان بن داود، قال: قال يحيى القطان: أشهد أن محمد بن إسحاق كذاب. قلت: وما يدريك ؟ قال: قال لى وهيب، فقلت لوهيب: وما يدريك ؟ قال: قال لى مالك بن أنس.فقلت لمالك: وما يدريك ؟ قال: قال لى هشام بن عروة، قال: قلت لهشام بن عروة: وما يدريك ؟ قال: حدث عن امرأتي فاطمة بنت المنذر، وأدخلت على وهى بنت تسع، وما رآها رجل حتى لقيت الله تعالى. قلت: قد أجبنا عن هذا، والرجل فما قال إنه رآها، أفبمثل هذا يعتمد على تكذيب رجل من أهل العلم. هذا مردود. ثم قد روى عنها محمد بن سوقة، ولها رواية عن أم سلمة وجدتها أسماء، ثم ما قيل من أنها أدخلت عليه وهى بنت تسع غلط بين، ما أدرى ممن وقع من رواة الحكاية، فإنها أكبر من هشام بثلاثة عشرة سنة، ولعلها ما زقت إليه إلا وقد قاربت بضعا وعشرين سنة، وأخذ عنها ابن إسحاق وهى بنت بضع وخمسين سنة أو أكثر. والحكاية فقد رواها عن أبي قلابة أبو بشر الدولابى، ومحمد بن جعفر بن يزيد، وعنهما ابن عدى، وغيره. أبو بكر بن أبي داود، حدثنى ابن أبي عمرو الشيباني، سمعت أبي يقول: رأيت محمد بن إسحاق يعطى الشعراء الاحاديث يقولون عليها الشعر. وقال أبو بكر الخطيب (1): روى أن ابن إسحاق كان يدفع إلى شعراء وقته أخبار المغازى ويسألهم أن يقولوا فيها الاشعار ليلحقها بها. وقال أبو داود الطيالسي: حدثنى بعض أصحابنا، قال: سمعت ابن إسحاق يقول: حدثنى الثقة. فقيل له: من ؟ قال: يعقوب اليهودي. وروى عباس، عن ابن معين، قال: الليث بن سعد أثبت في يزيد بن أبي حبيب من محمد بن إسحاق. يونس بن بكير، عن ابن إسحاق، عن عبدالله بن دينار، عن أنس، قيل يا رسول الله، ما الرويبضة ؟ قال: الفاسق (1) يتكلم في أمر العامة. وقال أبو زرعة: سألت يحيى بن معين عن ابن إسحاق، هو حجة ؟ قال: هو صدوق، الحجة عبيد الله بن عمر، والاوزاعي، وسعيد بن عبد العزيز. أبو جعفر النفيلى، حدثنى عبدالله بن فائد، قال: كنا نجلس إلى ابن إسحاق فإذا أخذ في فن من العلم ذهب المجلس بذلك الفن. وقال محمد بن عبدالله بن عبد الحكم: سمعت الشافعي يقول: قال الزهري لا يزال بهذه الحرة علم ما دام بها ذاك الاحول - يريد محمد بن إسحاق. وروى نحوها ابن قدامة وغيره، عن سفيان، عن الزهري. ولفظه: لا يزال بالمدينة علم مادام بها. وقال يعقوب بن شيبة: سألت يحيى بن معين كيف ابن إسحاق ؟ قال: ليس بذاك.  قلت: ففي نفسك من صدقه [ شئ ] (2) ؟ قال: لا، وكان صدوقا.[ وقال ] (2) سعيد بن داود الزبيري: حدثنى الدراوردى، قال: كنا في مجلس ابن إسحاق نتعلم، فأغفى إغفاءة، فقال: إنى رأيت الساعة كأن إنسانا دخل المسجد، ومعه حبل، فوضعه في عنق حمار، فأخرجه، فلما لبثنا أن دخل المسجد رجل معه حبل فوضعه في عنق ابن إسحاق، فأخرجه فذهب به إلى السلطان فجلد - قال سعيد: من أجل القدر.وروى عن حميد بن حبيب أنه رأى ابن إسحاق مجلودا في القدر، جلده إبراهيم ابن هشام الامير. قال يزيد بن هارون: سمعت شعبة يقول: لو كان لى سلطان لامرت ابن إسحاق على المحدثين. عقبة بن مكرم، حدثنا غندر، عن شعبة، عن محمد بن إسحاق، عن الزهري عن سعيد، عن أبي هريرة - أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى على النجاشي فكبر أربعا. يحيى بن كثير العنبري، حدثنا شعبة، عن محمد بن إسحاق، عن الاعرج، عن أبي هريرة - مرفوعا: التسبيح للرجال والتصفيق للنساء.أبو داود الطيالسي، حدثنا سعيد بن بزيع، قال: قال ابن إسحاق: حدثنى
شعبة، عن عبدالله بن دينار، عن ابن عمر: بايعت رسول الله صلى الله عليه وسلم فلقنني ما استطعت.
ثم ساق ابن عدى عدة أحاديث لابن إسحاق عن شعبة بن الحجاج، ومتونها معروفة. إبراهيم بن سعد، عن ابن إسحاق، حدثني سفيان الثوري، عن ليث، عن طاوس، عن ابن عباس، قال: إنها لكلمة نبي، ويأتيك بالاخبار من لم تزود يعقوب بن إبراهيم، حدثنا أبي، عن ابن إسحاق، حدثنى الزهري، عن عروة، عن زيد بن خالد الجهنى: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من مس فرجه فليتوضأ.يقال: هذا غلط، وصوابه عن بسرة بدل زيد.يونس بن بكير، (1 [ عن ابن إسحاق ] 1)، عن عبدالرحمن بن الحارث، عن عبدالله بن أبي سلمة، عن ابن عمر - أنه بعث إلى ابن عباس يسأله: هل رأى محمد صلى الله عليه وسلم ربه ؟ فبعث إليه أن نعم. رآه على كرسى من ذهب، يحمله أربعة من الملائكة: ملك في صورة رجل، وملك في صورة أسد، وملك في صورة ثور، وملك في صورة نسر، في روضة خضراء دونه فراش من ذهب. البخاري في تاريخه، قال: وقال عباس بن الوليد: حدثنا عبدالاعلى، حدثنا ابن إسحاق، حدثنا محمد بن يحيى بن حبان، قال: كان جدى منقذ بن عمرو أصابته أمة في رأسه فكسرت لسانه وبزغت عقله، وكان لا يدع التجارة، فلا يزال يغبن فذكر ذلك للنبي صلى الله عليه وسلم فقال: إذا بعت فقل لا خلابة وأنت في كل سلعة ابتعتها بالخيار ثلاث ليال. وعاش مائة وثلاثين سنة، فكان في زمن عثمان يبتاع من السوق فيغبن فيصير إلى أهله فيلزمونه (1) فيرده ويقول: إن النبي صلى الله عليه وسلم جعلني بالخيار ثلاثا حتى يمر الرجل من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فيقول: صدق. هذا غريب، وفيه انقطاع بين ابن حبان وبين جد أبيه ابن علية وابن المبارك. عن ابن إسحاق، حدثنا سعيد بن عبيد بن السباق، عن أبيه، عن سهل بن حنيف، قال: كنت ألقى من المذى شدة، وأكثر الاغتسال منه، فسألت عن ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال منه الوضوء. قلت: فكيف بما يصيب ثوبي منه ؟ قال: يكفيك أن تأخذ كفا من ماء فتنضح به من ثوبك حيث ترى أنه أصابه. فهذا حكم تفرد به محمد. قال الترمذي: هذا حديث صحيح لا نعرفه إلا من حديث ابن إسحاق. قال ابن عدى، قد فتشت أحاديث ابن إسحاق الكثير فلم أجد في أحاديثه ما يتهيأ (2) أن يقطع عليه بالضعف.وربما أخطأ أو وهم كما يخطئ غيره، ولم يتخلف في الرواية عنه الثقات والائمة، وهو لا بأس به.وقال الفسوى: حدثنا مكى بن إبراهيم، قال: جلست إلى ابن إسحاق - وكان يخضب بالسواد - فذكر أحاديث في الصفة.فنفرت منها فلم أعد إليه، رواها عبد الصمد بن الفضل، عن مكى، وقال: فإذا (3) هو يروى أحاديث في صفة الله، لم يحتملها قلبى.وقال إسحاق بن أحمد النجارى الحافظ: سمعت محمد بن إسماعيل يقول: محمد بن إسحاق ينبغى أن يكون له ألف حديث ينفرد بها لا يشاركه فيها أحد. وقال يعقوب بن شيبة: سألت ابن المدينى عن ابن إسحاق، قال: حديثه عندي صحيح.قلت: فكلام مالك فيه ؟ قال: مالك لم يجالسه ولم يعرف، وأى شئ حدث بالمدينة ؟ قلت: فهشام بن عروة قد تكلم فيه ؟ قال: الذي قال هشام ليس بحجة، لعله دخل على امرأته وهو غلام فسمع منها، وإن حديثه ليتبين فيه الصدق، يروى مرة: حدثنى أبو الزناد، ومرة: ذكر أبو الزناد، ويقول: حدثنى الحسن بن دينار، عن أيوب، عن عمرو بن شعيب، في سلف وبيع، وهو من أروى الناس عن عمرو بن شعيب. وقال أحمد بن عبدالله العجلى: ابن إسحاق ثقة.مات ابن إسحاق سنة إحدى وخمسين ومائة.وقيل بعدها بسنة، فالذي يظهر لى أن ابن إسحاق حسن الحديث، صالح الحال صدوق، وما انفرد به ففيه نكارة، فإن في حفظه شيئا. وقد احتج به أئمة، فالله أعلم.وقد استشهد مسلم بخمسة أحاديث لابن إسحاق ذكرها في صحيحه. )ميزان الاعتدال (- (3 / 476)

Melihat penjelasan para ulama di atas bagaimanapun riwayat Ibnu Ishaq ini masih kontroversial. Karenanya riwayat Ibnu Ishaq itu masih memiliki peluang untuk ditinjau kembali, termasuk tentunya, riwayat Ibnu Ishaq tentang Piagam Madinah.

Namun demikian menurut pendapat Imam al Dzahabi dalam kitab Mizal Al I’tidal fi Naqd al Rijal, apabila riwayat Ibnu Ishaq itu juga diriwayatkan oleh rawi lain, maka riwayat Ibnu Ishaq itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan kata lain riwayat Ibnu Ishaq itu dapat dijadikan dalil. Sementara itu, riwayat tentang Piagam Madinah itu selain diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad Bin Hambal dalam kitabnya al Musnad, Dan juga piagam Madinah diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khaitsamah. Semua riwayat itu bersumber dari seorang sahabat yang bernama Abdullah bin ‘Amr al ‘Ash. Demikian menurut penuturan Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi dalam kitabnya Fiqh al Sirah.

Menurut Pak Ali, beliau telah meneliti di dalam Musnadnya Imam Ahmad namun tidak di sebutkan semua pasal, adapun di dalam kitabnya Imam Ibnu Khaitsam juga belum sempat di teliti. Jadi masih ada ruang untuk meneliti lebih dalam lagi, sehingga otentitas riwayarnya bisa dipertanggungjawabkan dalam kacamata ilmu Hadis.

Kajin-kajian terhadap Piagam Madinah ini banyak dilakukan baik oleh para Orientalis juga oleh kalangan Muslim, termasuk dalam bentuk perbandingan. Prof. DR. Ahmad Sukarja melakukan penelitian tentang Piagam Madinah dan Undang-Undang dasar 1945 ; Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup bersama Dalam Masyarkat Yang Majemuk, yang  Merupakan penelitian sebagai Disertasi beliau dalam program S3, dan sudah diterbitkan dalam sebuah buku. Wallahua’lam.


02/03/12

Baca Selanjutnya