Wahabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya salah menganggap mereka, dengan beranggapan bahwa mazhab mereka mengikuti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, al-Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah satu mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama`ah.
Nama Wahabi atau al-Wahhabiyyah kelihatan dihubungkan kepada nama `Abd al-Wahhab yaitu pendirinya Muhammad bin `Abd al-Wahhab al-Najdi. Ia tidak dinamakan al-Muhammadiyyah yang mungkin boleh dikaitkan dengan nama Muhammad bin `Abd al-Wahhab bertujuan untuk membedakan di antara para pengikut Nabi Muhammad SAW dengan mereka, dan juga bertujuan untuk menghalangi segala bentuk eksploitasi (istighlal).
Bagaimanapun, nama Wahabi dikatakan ditolak oleh para penganut Wahabi sendiri dan mereka menggelarkan diri mereka sebagai golongan al-Muwahhidun (unitarians) karena mereka mendakwa ingin mengembalikan ajaran-ajaran tawhid ke dalam Islam dan kehidupan murni menurut sunnah Rasulullah.
Wahabi pada zaman modern ini tidak lain dan tidak bukan, adalah golongan al-Hasyawiyyah karena kepercayaan-kepercayaan dan pendapat-pendapat mereka 100% sama dengan golongan yang dikenali sebagai al-Hasyawiyyah pada abad-abad yang awal.
Istilah al-Hasyawiyyah adalah berasal daripada kata dasar al-Hasyw yaitu penyisipan, pemasangan dan kemasukan. Nama ini diberikan kepada orang-orang yang menerima dan mempercayai semua hadist yang dibawa masuk ke dalam Islam oleh orang-orang munafiq. Mereka mempercayai semua hadist yang dikaitkan kepada Nabi SAW dan para sahabat baginda berdasarkan pengertian bahasa semata-mata tanpa melakukan penelitihan dan pemikiran. Bahkan sekiranya sesuatu hadist itu dipalsukan (tetapi orang yang memalsukannya memasukkan suatu rangkaian perawi yang baik kepadanya), mereka tetap menerimanya tanpa mempedulikan apakah teks hadist itu serasi dan selaras dengan al-Qur'an ataupun hadist yang diakui sahih atau sebaliknya.
Ahmad bin Yahya al-Yamani (m.840H/1437M) mencatatkan bahwa: Nama al-Hasyawiyyah digunakan kepada orang-orang yang meriwayatkan hadist-hadist sisipan yang sengaja dimasukkan oleh golongan al-Zanadiqah sebagaimana sabda Nabi SAW dan mereka menerimanya tanpa melakukan interpretasi semula, dan mereka juga menggelarkan diri mereka Ashab al-Hadith dan Ahl al-Sunnah wa al-Jama`ah. Mereka bersepakat mempercayai konsep pemaksaan (Allah berhubungan dengan perbuatan manusia) dan tasybih (bahwa Allah seperti makhluk-Nya) dan mempercayai bahwa Allah mempunyai jasad dan bentuk serta mengatakan bahwa Allah mempunyai anggota tubuh.
Al-Syahrastani (467-548H/1074-1153M) menuliskan bahwa: Terdapat sebuah kumpulan Ashab al-Hadith, yaitu al-Hasyawiyyah dengan jelas menunjukkan kepercayaan mereka tentang tasybih (yaitu Allah serupa makhluk-Nya) ... sehinggakan mereka sanggup mengatakan bahwa pada suatu ketika, kedua-dua mata Allah kesedihan, lalu para malaikat datang menemui-Nya dan Dia (Allah) menangisi (kesedihan) berakibat banjir Nabi Nuh a.s sehingga mata-Nya menjadi merah, dan `Arasy meratap hiba seperti suara pelana baru dan bahwa Dia melampaui `Arasy dalam keadaan melebihi empat jari di segenap sudut. [Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, h.141.]
Definisi dan gambaran ini secara langsung menepati golongan Wahabi yang menamakan diri mereka sebagai Ashab al-Hadist atau Ahl al-Hadist dan kerapkali juga sebagai Sunni, dan pada masa kini mereka memperkenalkan diri mereka sebagai Ansar al-Sunnah ataupun Ittiba` al-Sunnah.
Sumber:
http://mediasalafiyah.blogspot.com/2012/03/apa-dan-siapa-itu-wahabi.html
Sumber:
http://mediasalafiyah.blogspot.com/2012/03/apa-dan-siapa-itu-wahabi.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Anda sopan kamipun segan :)