Usai
pertemuan mediasi antara Pihak Aswaja, KPI, MUI, dan Trans 7, media
Wahabi ramai-ramai bikin berita versi mereka sendiri. Tujuannya cuma
untuk menghibur diri mereka sendiri. Padahal datang ke lokasi pun tidak
tapi media Wahabi sudah sesumbar bikin berita seenak perutnya sendiri.
Tulisan dibawah
ini ditulis berdasarkan kisah nyata dan kesaksian salah seorang
Jurnalis Tim Sarkub yang datang langsung mengikuti jalannya sidang di
gedung KPI.
Saya tiba di
lokasi sekitar pukul 14.45 dan langsung bertemu dengan Kiyai Ibnu
Mas’ud, sesepuh Tim Sarkub, di depan pintu gerbang. Beliau saat itu
berdiri bersama seorang laki laki muda bergamis putih dengan imamah di
kepala, belakangan saya baru tahu kalau beliau adalah Habib Fachry
Jamalullail dari FPI. Setelah memarkir motor, saya dan sohib karib saya,
Irfan Murdianto segera naik ke lantai 6 gedung Bapeten tempat dialog
antara tim redaksi Trans 7 dan pihak Aswaja yang melayangkan aduan
kepada KPI. Sesampainya diatas ternyata telah hadir terlebih dahulu
Ketua Umum Tim Sarkub KH. Thobary Syadzily al-Bantani, Koordinator
Densus 99 Sarkub Habib Mushthofa bin Mohsen al-Jufri dan beberapa kawan
sarkuber lainnya. Kepada kami KH. Thobary mewanti wanti agar tetap
menjaga adab dan sopan santun selama berada di gedung tersebut.
Hanya
selang sepuluh menit kemudian pertemuanpun dimulai, dan ternyata dari
pihak Sarkub hanya lima orang saja yang boleh masuk ke ruangan
pertemuan. Yang masuk pertamanya hanyalah KH. Thobary dan Kyai Ibnu
Mas’ud, sedang saya tetap berada diluar. Saya sempat bergumam dalam
hati: “yahhhh… Gak bisa masuk ngelihat debat para ulama lagi…., ah nggak
apa apa deh… yang penting bisa kopdar ama kawan kawan…”. Namun tak
sampai lima menit kemudian Kyai Ibnu Mas’ud keluar memanggil saya dan
seorang kawan yang memegang kamera digital untuk masuk. Memang beberapa
jam sebelumnya saat akan berangkat ke gedung KPI tersebut beliau sudah
mengamanahkan saya untuk membawa kamera. Namun karena saya tak memiliki
kamera dan waktunya sangat mepet untuk mencari pinjaman handycam maka
saya putuskan untuk merekam moment pertemuan ini hanya dengan aplikasi
kamera dari tablet yang saya miliki.
Saya kemudian
memasuki ruangan pertemuan yang tidak seberapa besar dengan sebuah meja
melingkar di tengahnya. Di dalam telah hadir KH. Thobary, Habib Fachry
Jamalulail, Habib Mushthofa mohsen al-Jufry dan Kiyai Ibnu Mas’ud.
Disebelah kanan duduk Kiyai Anshori dahlan dan Kiyai Misbachul Munir
dari Lembaga dakwah PBNU. Di depan saya persis duduklah para komisioner
KPI yang berjumlah 4 orang. Sedangkan di sebelah kiri saya adalah tim
redaksi Khazanah Trans 7 yang berjumlah 3 orang dan ustadz Haikal
sebagai narasumber mereka. Sisanya adalah para crew Trans 7 yang ikut
mengabadikan moment ini dengan kamera mereka yang tentunya jauh lebih
canggih dari alat yang saya pakai serta beberapa orang lainnya. Begitu
saya duduk tepat dibelakang KH. Thobary mata saya langsung tertuju
kepada seraut wajah yang dua hari belakangan sangat familier bagi para
facebooker Aswaja. Pemilik wajah yang entah kenapa selalu seperti sedang
cemberut itu adalah Pracoyo Wiryoutomo, Wapimred Trans 7 yang di akun
personal Facebooknya mengatakan bahwa orang orang yang menentang dakwah
tauhid yang disiarkan melalui program Khazanah adalah orang orang yang
sejenis dengan Abu Jahal dan Abu Lahab. Saya langsung menyalakan
aplikasi kamera pada tablet saya dan lalu mulai merekam momen ini,
beberapa kali saya zoom wajah Pak Pracoyo ini untuk memastikan memang
dialah yang dua hari belakangan jadi trending topic di kalangan
facebooker aswaja.
Pertemuanpun
kemudian dimulai, seorang komisioner KPI menyampaikan kata sambutan
tentang apa tujuan diadakannya dialog ini. Kemudian dia mempersilahkan
pihak yang menyampaikan pengaduan untuk untuk berbicara. Yang pertama
mendapat kesempatan berbicara adalah KH. Thobary dari tim Sarkub untuk
menyampaikam keberatannya berkenaan dengam program Khazanah. KH. Thobary
yang juga menjabat sebagai Ketua Lajnah Falakiyah PWNU Provinsi Banten,
menyampaikan keberatannya dengan alur yang teratur dan nada bicara yang
kalem namun tegas. Disetiap kata yang beliau ajukan pada tim Khazanah
selalu beliau awali dengan kata “maaf” sebagai bentuk penghormatan pada
lawan debatnya. Beliau mengatakan bahwa Khazanah sebaiknya jangan
membahas hal hal yang bersifat furu’iyah, karena jika membahas furu’iyah
maka sampai kiamat sekalipun tidak akan ada habisnya. Kemudian beliau
masuk ke pokok permasalahan yang menjadi keberatannya para aswaja
terhadap konten program Khazanah, yaitu mengenai masalah Tawasul yang
dikatakan di program tersebut sebagai sebuah bentuk kesyirikan. Beliau
memaparkan kesalahan Khazanah yang menggambarkan tawasul dan ziarah
kubur dengan menampilkan orang yang menyembah pohon dan kuburan. Beliau
mengajak tim khazanah agar jangan sembarangan saja mengutip dalil tanpa
tahu dan mengkaji sumber sumber aslinya. Beliau kemudian menjelaskan
kaidah kaidah ilmu hadits, menjelaskan metodologi tafsir dan lain
sebagainya. Lalu beliau katakan bahwa amalan-amalan kami juga
berdasarkan dalil dalil yang kuat dan shohih dan ada di dalam kitab
kitab ulama klasik. Sebab bagi aswaja sumber hukum itu ada empat, yaitu
Al-Qur’an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Tak semua permasalahan di dalam
hidup ini mesti ada detil dalilnya di dalam Al-Qur’an karena Al-Qur’an
adalah sumber hukum yang sifatnya pure science. Beliau katakan juga
bahwa akan teramat panjang jika harus membahas metodologi tafsir secara
detil, membahas balaghoh misalnya… “Saya yakin kalau saya bahas balaghoh
nggak akan ada yang faham disini, tapi saya nggak maulah pamer
ilmu…..”, ujar beliau kepada tim Khazanah. Terakhir beliau mengeluarkan
setumpuk kitab klasik milik beliau sebagai rujukan seperti Fathul bari
dan lainnya kepada tim Trans 7.
Pembicara
selanjutnya adalah Habib Fachry Jamalulail dari FPI. Berbeda dengan
Kiyai Thobary yang berkata dengan lembut, Habib Fachry berkata dengan
tegas, penuh semangat dan terkesan galak. Beliau langsung tanpa tedeng
aling-aling mengatakan bahwa Tim Khazanah Trans 7 telah menuduh kaum
aswaja yang notabene mayoritas di negeri ini sebagai pelaku Syirik
karena bertawasul, merayakan Maulid dan melakukan ziarah kubur. Beliau
lalu melanjutkannya dengan menjelaskan bahwa di dalam permasalahan agama
Islam itu ada yang namanya Ushuludin alias masalah pokok agama dan ada
yang namanya masalah Furu’udin atau cabang cabang agama. “Dalam masalah
furu’iyah kita boleh berbeda, bahkan perbedaan itu adalah sebuah rahmat.
Namun dalam permasalahan Ushuludin seluruh orang Islam harus sepakat,
“muafiq”, sama… Tidak boleh ada perbedaan….! Masalah aqidah semua harus
sama!” Tegas beliau. Beliau lalu mengatakan bahwa justru dengan adanya
perbedaan maka kita harusnya ilmunya semakin bertambah, yang nggak biasa
tawasul lalu melihat saudaranya bertawasul maka harusnya berkata “oh
masih ada amalan yang tidak kami ketahui.., bukannya malah menyalahkan
kami…”. Lalu beliau melanjutkan: “Sebagai contoh, kalau kita sholat
berjamaah di mesjid itu kita akan temukan masing masing orang takbir ama
tahiyatnya macem macem, ada yang tahiyatnya goyang goyang, ada yang
tahiyatnya bulet bulet (*beliau mencontohkannya dengan jarinya), kami
Aswaja tahiyat kami lempeng!” katanya dalam logat Betawi yang kental.
“Lalu apakah setelah sholat kami lalu menyalahkan mereka yang tahiyatnya
beda dengan kami…? Lu beda, Lu salah…, Lu syirik, Lu murtad.., Lu
kafir…! Kan nggak….” lanjut beliau. Lantas beliau menjelaskan perihal
tawasul, melalui segi etimologi bahasa arab dan melengkapinya dengan
sebuah riwayat tentang Khalid bin walid r.a yang pernah bertawasul dan
bertabaruk dengan 3 helai rambut Rasulullah dalam sebuah peperangan.
Beliau lalu menjelaskan bahwa masih banyak masalah cabang cabang agama
yang lainnya dimana kita harus berhati hati dalam menyikapinya seperti
ziarah kubur. “Maaf, kalau antum bilang ziarah itu syirik lalu kenapa
mesti sholat di mesjid Nabawi di Madinah…? Itu makam Nabi di dalam
mesjid…, ngapain masih aja kesana..? “. Lalu beliau menjelaskan sedikit
tentang ilmu tafsir dimana harus memperhatikan asbabul wurud maupun
asbabun nuzulnya. “Haditsnya sama, Al-Qur’annya sama…. Tapi pemahamannya
dimelencengin…, ini yang kami tidak suka…, Khazanah telah memfitnah
kami dengan nyata, mengata ngatai kami dengan jelas bahwa kami adalah
pelaku musyrik….!”. Terakhir beliau meminta supaya pihak Trans 7 untuk
mengklarifikasi pernyataannya di program Khazanah yang memvonis syirik
pelaku tawasul. “dan kalian harus meminta maaf kepada seluruh umat Islam
di Indonesia, dalam hal ini Aswaja yang mayoritas di negeri ini…! Jika
tidak, maka jangan salahkan kami umat Islam kalau ada tindakan…”
tegasnya.
Disaat
mengambil gambar Habib Fachry berbicara inilah saya sempat merekam
sesuatu yang cukup menarik di meja tim redaksi Khazanah Trans 7. Posisi
saya sebagai juru kamera dadakan cap menyan membuat saya bebas bergerak
dari satu sisi ke sisi lainnya di ruangan itu untuk mengabadikan moment
pertemuan tersebut. Saat itu saya berdiri dengan tablet di tangan saya
tepat dibelakang meja tim redaksi Khazanah. Mata saya tertegun melihat
secarik kertas yang tampaknya adalah print out sebuah notes di Facebook
yang sangat familier bagi saya. Kertas berisi notes tersebut tergeletak
tepat diatas mejanya Pracoyo. Notes tersebut adalah notes yang baru saja
malam sebelumnya saya share di akun Face book saya, yaitu notes dari
KH. Agus Sunyoto pengurus PBNU. Tampak jelas foto profil akun Facebook
beliau tercetak di kertas itu. Saya langsung menzoom kertas tersebut
tepat pada saat Habib Fachry memulai pembicaraannya. Dalam hati saya
bergumam: “pastilah tulisan ini yang akan dijadikan counter attack bagi
aduan pihak aswaja…, tapi apa yang salah dengan tulisan itu ya…..?”
tanya saya dalam hati.
Selanjutnya
setelah sedikit kata dari salah seorang komisioner KPI yang menjelaskan
metode penerimaan dan penindak lanjutan aduan dari masyarakat tampilah
KH. Misbachul munir dari Pengurus besar Lembaga Dakwah NU sebagai
pembicara selanjutnya. Beliau mengatakan betapa ngerinya tuduhan syirik
kepada para pengamal sholawat Badar dan Sholawat nariyah. “Kasihan orang
kampung pak…. hari hari sudah biasa baca sholawat Badar dan sholawat
Nariyah jadi digolongkan musyrik karena ibadahnya…”. KH. Misbachul lalu
melanjutkan bahwa lain kali Trans 7 harus lebih bijak dan hati hati
dalam menyampaikan materi tayangannya. Beliau kemudian membacakan
sepotong hadits yang menerangkan bahwa hal hal yang masih dalam
persengketaan sebaiknya disikapi dengan bijak, tidak usah langsung
memvonis syirik karena masih banyak yang perlu ditoleransi.
Setelah itu
tibalah waktu bagi tim redaksi Khazanah Trans 7 untuk menjawab keluhan
dan pengaduan dari para pembicara sebelumnya. Yang mewakili Trans 7
adalah Ibu Titin Rosmasari pemimpin redaksi tim Trans 7. Dia
menceritakan bahwa seminggu sebelumnya pihak Trans 7 sudah dikomplain
oleh Gus Nusron wahid dari GP Anshor. Wanita berjilbab ungu ini lalu
menjelaskan bahwa mereka telah menemui Gus Nusron untuk melakukan
pembicaraan dan telah mendapatkan beberapa masukan dari beliau. Dia lalu
menerangkan dengan singkat mengenai program Khazanah sekaligus
menyebutkan tim penasihatnya di program tersebut yaitu Ustadz Haikal,
Ustadz Arifin, dan Ustadz Syarif, namun yang hadir saat itu hanya Ustadz
Haikal saja. Bu Titin lalu menerangkan bahwa beberapa hari terakhir ini
adalah hari yang cukup berat bagi mereka karena begitu banyak hujatan
dan cacian yang ditujukan kepada mereka di media sosial terutama
Facebook. Dan menurut dia apa yang beredar di masyarakat luas bahwa
Khazanah telah mengatakan tidak boleh melantunkan sholawat badar,
sholawat nariyah, tawasul dan ziarah kubur itu adalah tidak benar dan
sudah terjadi pemelintiran berita di publik. Hal tersebutpun sudah
disampaikannya kepada Gus Nusron Wahid saat mereka bertemu. Setelah
berbicara singkat soal hal tersebut dia lalu mempersilahkan Ustadz
Haikal sebagai penasehat dari tim ahli program Khazanah untuk menjawab
keluhan, keberatan dan aduan dari Kyai Thobary, Habib Fachry, dan Kiyai
Misbachul Munir.
Lalu Ustadz
Haikalpun memulai jawabannya dengan mengatakan hal yang senada dengan
Ibu Titin tadi bahwa berita mengenai acara Khazanah telah terjadi
pemelintiran. Ustadz yang saat itu memakai baju batik berwarna hijau
tersebut mengatakan bahwa mustahil mereka melarang Sholawat, yang ada
adalah mereka bahkan menjelaskan keutamaan sholawat. Dia tampak sedikit
emosional saat mengatakan: “….. Karena kami adalah pelaku tawasul…, kami
adalah pecinta maulid…, karena kami bertahun tahun berguru kepada
Al-mukharom Al-Habib Alwi Jamalulail…, karena kami adalah pecinta ahlul
bait….!, hal ini membuat kami bertanya tanya kira kira siapa ya yang
mengadu domba kita…?”.
Sontak saya
nyengir dibalik tablet saya karena dalam hati saya berkata: “Kalo Ustadz
Haikal sih mungkin memang iya pecinta maulid, tapi itu sosok berjenggot
panjang dan tebal di dekatnya yang kemarin mengatakan di akun
Facebooknya kami yang menentang dakwah tauhid program Khazanah adalah
sejenis dengan Abu Jahal dan Abu Lahab apa iya juga suka Maulidan….?
.Tampak oleh saya Pracoyo yang duduk selisih satu bangku darinya
menjulurkan tangannya menyerahkan secarik kertas kepada Ustadz Haikal
dan kertas tersebut adalah kertas yang berisi print out notes Facebook
dari Kiyai Agus Sunyoto yang saya zoom beberapa saat sebelumnya. Lalu
ustadz Haikal menjelaskan bahwa saat hari penayangan episode sholawatlah
mereka sorenya mencoba menelusuri dari mana datangnya pernyataan yang
memelintir konten khazanah tersebut. Mereka lalu menemukan notes dari
Kiyai Agus Sunyoto yang mengatakan bahwa khazanah Trans 7 melarang orang
melantunkan sholawat. Tambahnya lagi dia bahkan sempat berkomen di
notes tersebut namun entah kenapa komennya kemudian dihapus oleh Kiyai
Agus sunyoto. Dia lalu membantah notes tersebut dengan panjang lebar
serta menjelaskan apa maksud konten dari episode episode Khazanah yang
diprotes oleh masyarakat khususnya kalangan aswaja.
Ada hal menarik
yang terjadi dalam sesi jawaban pihak tim redaksi Khazanah Trans 7 ini.
Sesaat sebelum ustadz Haikal menjawab, Habib Fachry Jamalulail dengan
tegas bertanya sambil menunjuk ke arah tim redaksi Trans 7: “Sebelum
antum menjawab… Ane mau tahu dulu nih…. apa madzhab antum…? Kalo Wahabi
bilang Wahabi….! Biar jelas kami berhadapan dengan siapa…”. Pertanyaan
beliau ini tentunya tidak dijawab dengan langsung oleh ustadz Haikal,
namun bagi saya jelas tampak bahwa pertanyaan Habib Fachry inilah yang
membuat dia mengatakan dengan sedikit emosional kalau dia adalah pecinta
maulid dan pecinta ahlu bait. Belakangan baru saya tahu bahwa nama guru
yang disebutkan olehnya tadi, yaitu Habib Alwi Jamalulail ternyata
adalah ayahanda dari Habib Fachry Jamalulail sendiri. Disinilah yang
menurut saya membuat hal ini menjadi menarik, karena Trans 7 memajukan
seorang Ustadz aswaja untuk menjawab protes dari kalangan aswaja
sendiri. Padahal di media-media seperti Arrahmah.Com belakangan mereka
sesumbar bahwa mereka punya tim ahli yang bahkan bergelar LC. Entah
kemana ustadz ustadz lulusan timur tengahnya itu, yang jelas baik saya
maupun Tim Sarkub lainnya yang hadir saat itu sebenarnya berharap
ustadz-ustadz wahabilah yang maju membela program yang kental sekali
corak wahabinya ini, bukannya seorang ustadz aswaja seperti ustadz
Haikal.
Setelah itu
perwakilan dari MUI menyampaikan pandangannya mengenai acara Khazanah.
Dia mengatakan bahwa MUI tidak setuju dengan usulan sebagian masyarakat
untuk menghentikan penayangan program Khazanah. Hal ini karena mengingat
bahwa tayangan bernuansa agama Islam porsinya sangat sedikit di
pertelevisian Indonesia. Namun MUI sepakat dengan pandangan pihak yang
menyampaikan keberatan bahwa Khazanah sebaiknya tidak membahas hal hal
yang bersifat furu’iyah dan memancing perdebatan serta menimbulkan
keresahan dalam masyarakat. MUI mengatakan agar Khazanah bijak dalam
menyampaikan materi tayangannya, harus adil dan cover both side serta
tidak memihak kepada salah satu aliran apapun di dalam Islam. Perwakilan
MUI itu juga mengatakan bahwa masih banyak materi yang bisa dibahas dan
disampaikan, misalnya materi yang mengungkap musuh bersama umat Islam
saat ini, atau tentang akhlaq, moral dan pesan anti narkoba kepada
generasi muda. “Khazanah kan bisa membongkar kesesatan Ahmadiyah, Syiah
rafidhoh atau Liberal yang mengesahkan nikah beda agama dan nikah
sejenis misalnya….”.
Hal ini
ditanggapi oleh KH. Thobary: “Jangan lagi nampilin Matahari mengelilingi
bumi… Jangaaaan…. Malu kita… Duhhh… Anak SD aja bakalan ngetawain hal
itu…”, sontak beberapa orang yang hadir di ruangan itu termasuk saya
tertawa mendengar ucapan Kiyai Thobary. Sedangkan tim Khazanah
menyetujui bahwa masih banyak materi lain yang bisa dibahas. Perwakilan
MUI selanjutnya mengatakan bahwa jikalau terpaksa harus menayangkan
permasalahan seputar khilafiyah dan furu’iyah maka Khazanah harus
menyertakan narasumber yang berkompeten dari kedua belah fihak, jadi
tidak hanya menampilkan narasi dan gambar saja. “Jika mau maka saya rasa
para Kiyai dan Habaib yang hadir disini saat ini bisa dimintai nasehat
dan bantuannya…” . Kata kata perwakilan MUI ini disambut meriah oleh
para hadirin, termasuk Pak Pracoyo yang tampak tertawa renyah saat itu.
Namun hal ini menurut saya hanyalah saran saja…., bukan berarti pihak
Trans 7 benar benar akan melibatkan para Kiyai kita dalam menggarap
materinya. Hal ini terbukti beberapa jam kemudian melalui pernyataan
humas mereka yang dilansir oleh situs berita beraliran Wahabi
Arrahmah.Com bahwa mereka telah memiliki tim ahli sendiri dan tidak ada
rencana akan melibatkan para Kiyai atau Habib dari kalangan aswaja.
“Tidak ada itu, kita sudah punya tim ahli sendiri, jumlahnya ada lima
orang, diantaranya ustadz Arifin Nugroho,Lc,” ujar Anita Wulandari.
Komisioner KPI
lalu melanjutkan pandangan mereka tentang bagaimana membuat sebuah
program yang baik. Habib Fachry kemudian kembali berbicara menanggapi
pernyataan MUI dan komisioner KPI. Beliau mengatakan memang benar konten
program bernuansa Islami sangatlah sedikit, namun jangan sampai yang
sedikit itu ditumpangi oleh kepentingan kepentingan yang memecah belah
umat dengan tudingan tudingan yang keji. Pembicaraan kemudian bergulir
ke arah pembahasan betapa dahsyatnya komentar komentar tentang Khazanah
seminggu terakhir ini di Facebook. Baik yang pro maupun kontra saling
mencaci dan memaki satu sama lain dan pihak redaksi Khazanah merasa
sangat tertekan dengan hal itu. Hal ini langsung mendapatkan tanggapan
dari Habib Fachry Jamalulail yang lagi lagi berkata dengan sangat tegas
dan bersemangat. “Kalo mau bicara Facebook asal antum tahu aja…., kami
dibilang antek Yahudi oleh pendukung Khazanah karena dituduh melakukan
praktek perdukunan…, nyembah kubur dan lain sebagainya…, apa antum pikir
kami nggak sakit hati…?”. Saat Habib Fachry menyebut kata “antek
Yahudi” sontak beberapa orang yang hadir termasuk Ustadz Haikal
mengucapkan istighfar karena kaget. Habib Fachry kemudian melanjutkan
kata katanya: “Di mata kami Khazanah sudah cacat…, jadi tolong beresin
apa yang udah antum buat, buktikan bahwa antum nggak seperti yang orang
orang bilang…, caranya adalah dengan mengcounter dan membantah apa yang
telah antum katakan sendiri.., jadi kalo kemarin antum bilang tawasul
itu syirik maka sekarang antum harus bikin episode khusus yang membahas
Perayaan Maulid, Tawasul, Sholawat dan Ziarah kubur…, kami ingin
kepastian kapan tanggal penayangannya supaya bisa kami sampaikan kepada
para Jamaah…”. Hal senada juga disampaikan oleh Kiyai Misbachul munir
yang mengatakan jika manusia salah maka disuruh istighfar, namun kalau
program TV salah maka harus membuat tayangan bantahan yang memperbaiki
kesalahannya. Di sini Kiyai Thobary sempat memberi masukan sambil
berkelakar bahwa kalau bisa naratornya diganti suara laki laki saja dan
yang fasih tajwidnya karena bagi yang bisa bahasa Arab gatel rasanya
kuping mereka mendengar pengucapan kata yang salah. “Lagian…. Kalo
suaranya cewek itu bahaya…, nah orang bisa mikir: Wah merdu juga
suaranya, pasti cakep nih orangnya… trus jadi merangsang dehhh… Suara
perempuan itu aurat lhoooo…” kata Kiyai Thobary yang langsung membuat
para hadirin tertawa sehingga ruangan sempat gaduh dan suasana yang
tadinya tegang jadi mencair kembali. Selain itu Kiyai Thobary juga
sempat menerangkan bukti tentang fatwa ulama wahabi Syeikh Abdul aziz
bin Baaz yang memang memvonis syirik pelaku tawasul persis seperti yang
ditayangkan kemarin di Khazanah. Beliau melanjutkannya dengan berkata:
“Faham kami jelas ahlussunah wal jama’ah, bermadzhab kepada Imam yang
empat dan beraqidah Asy’ariyah – Maturidiyah…, jadi kalo misalnya bicara
aqidah Uluhiyah, Rububbiyah dan Asma wa shifat ya kami nggak pake
konsep Tauhid itu…” tegasnya bersemangat.
Habib Musthofa Mohsen al-Jufry kemudian berbicara, beliau mengatakan bahwa di Jawa timur keadaan sudah memanas akibat dari episode episode Khazanah yang kemarin. Beliau lalu memperkenalkan sahabatnya Kiyai Anshori dahlan sebagai perwakilan masyarakat aswaja Jawa timur dan mempersilahkannya berbicara. Setelah memperkenalkan dirinya Kiyai Anshori dahlan langsung memulai pembicaraannya. Beliau mengatakan hal senada dengan Habib Musthofa bahwa keadaan memang memanas disana akibat episode Khazanah tentang tawasul, sholawat, dan ziarah kubur. “Sebenarnya banyak yang mau datang kesini, tapi saya larang… Saya bilang: sudah saya saja yang ke Jakarta nanti saya akan ceritakan kepada kalian hasil pertemuannya.., Alhamdulillah mereka mau…” ujarnya. Beliau lalu menjelaskan bahwa seharusnya tim Khazanah jangan membahas hal hal yang seperti kemarin karena sangat melukai perasaan mereka yang mengamalkan shalawat badar, shalawat nariyah, tawasul dan Ziarah kubur. Beliau kemudian mengajak tim Khazanah untuk saling bekerja sama dan menunjukkan wajah Islam yang sesungguhnya, yang damai, bersatu dan akur satu sama lain. Bahkan beliau mengatakan siap membantu Khazanah bersama para ulama yang hadir di pertemuan itu. Terakhir beliau menyampaikan permintaannya kepada tim Khazanah tentang kepastian kapan akan menayangkan klarifikasi mereka seperti yang diminta oleh Habib Fachry Jamalulail tadi, “buat oleh oleh ke Jawa timur…” katanya.
Selain itu ada
sesuatu yang menarik yang disampaikan oleh Kiyai Anshori dahlan ini,
sebuah hal yang membuat saya dan semua orang di dalam ruangan itu
berdecak kagum. Beliau berkata: “Jujur aja ini saya kesini atas
solidaritas kawan kawan yang tadinya pada mau datang semua kesini…. Ada
yang ngasih saya uang lima belas ribu, sepuluh ribu…, lima ribu..,
bahkan seribupun ada dan saya terima… Untuk ongkos…”. Bahkan ketua
komisioner KPI sempat berkata : “hebat…”. Ya… Memang hebat…, sebuah
militansi seorang Aswaja tulen yang harus kita teladani, yang rela
bersusah payah datang jauh jauh hanya untuk berbicara kurang dari 10
menit untuk menyampaikan aspirasinya langsung di depan orang orang yang
bersangkutan secara resmi.
Habib Fachry
Jamalulail kemudian melengkapi perkataan Kiyai Anshori dahlan tersebut
dengan mengatakan bahwa permintaannya sama dan senada dengan Kiyai
Anshori. Beliau kembali menyampaikan permintaannya kepada tim Khazanah
agar memastikan kapan Khazanah akan menayangkan tentang Perayaan Maulid,
tawasul, sholawat dan ziarah kubur. Ustadz Haikal tampak sudah akan
berbicara untuk menyanggupi memastikan kapan tanggalnya, namun disela
oleh Ibu Titin Rosmasari Pimred Trans 7. Dialah yang kemudian menjawab
pertanyaan dari Habib Fachry Jamalulail. Dia menjelaskan panjang lebar
bahwa semua hal yang telah disampaikan oleh para ulama aswaja yang hadir
di pertemuan itu akan menjadi evaluasi dan masukan yang sangat positif
bagi Khazanah ke depannya. Mereka berjanji akan lebih berhati hati lagi
dalam menayangkan sebuah topik yang bersifat furu’iyah. Dan tim redaksi
Khazanah juga meminta maaf terhadap penayangan hal hal yang sensitif
kemarin yang telah melukai perasaan sebagian besar Aswaja di Indonesia.
Namun tak semudah itu mereka bisa langsung memastikan kapan akan
menayangkan episode yang diminta oleh Habib Fachry Jamalulail tadi. Dia
lalu menerangkan dengan singkat bahwa perlu ada koordinasi dulu dengan
para ustadz tim ahli mereka dan tentunya perlu proses produksi yang
memakan waktu. Oleh karena itu dia mengatakan kemungkinan Insya Allah
dalam empat minggu ke depan barulah tayangan yang diminta oleh Habib
Fachry dan ulama aswaja lainnya tersebut bisa ditayangkan di Khazanah
Trans 7.
Pembicaraan
kemudian diambil alih kembali oleh pihak KPI yang kemudian menyampaikan
beberapa kesimpulan terkait pertemuan tersebut. Seorang komisioner KPI
lalu menutup pertemuan antara elemen masyarakat Aswaja dan tim redaksi
Trans 7 tersebut. Masing masing fihak lalu saling bersalaman satu sama
lain dalam suasana yang akrab. Tampak oleh saya ustadz Haikal
menghampiri Habib Fachry Jamalulail untuk melepas rasa rindunya kepada
putera gurunya tersebut, keduanya tampak sangat akrab bahkan sempat
bersalaman ala Arab segala (*menempelkan pipi masing masing). Pertemuan
tersebut kemudian ditutup dengan foto bersama antara ulama Aswaja dari
Tim Sarkub, FPI, Lembaga dakwah NU, wakil MUI, KPI, dan tim redaksi
Khazanah Trans 7.
Semua
yang saya tuliskan disini selain berdasarkan ingatan saya juga
alhamdulillah berhasil saya abadikan dalam beberapa potongan video yang
akan di upload nanti di grup ataupun di web nya Sarkub. Dan saya
tergerak untuk menulis laporan pandangan mata ini setelah membaca berita
di Arrahmah.com yang dengan sembarangan menjelaskan hasil pertemuan ini
seenak perutnya sendiri. Perwakilan Arrahmah.Com, GemaIslam.Com ataupun
media wahabi lainnya tak satupun hadir di pertemuan itu, namun jika
anda membaca tulisan mereka maka nampak seakan akan mereka hadir disana.
Bahkan mereka dengan lancang sekali mengatakan bahwa Khazanah agar
tidak goyah dan tidak terpengaruh oleh bisikan-bisikan syetan yang
menyesatkan. Sungguh sebuah perkataan yang keji mengingat tim
Khazanahnya sendiri sudah meminta maaf secara terbuka dan berjanji untuk
membetulkan kesalahan mereka tempo hari. Tampak sekali kalau mereka
ingin kembali memanaskan suasana di dalam tubuh umat. Lagipula jika
memang merasa berkepentingan akan kelangsungan dakwah tauhid (*versi
wahabi) lantas kenapa pihak Arrahmah yang katanya adalah penegak tauhid
ini tidak hadir ikut dalam pertemuan itu? Kenapa cuma berkoar koar lewat
tulisan seakan akan mereka hadir disana saat itu padahal artikelnya
ternyata di dapat dari copas alias nyatut dari gemaislam.com? Bukankah
ini mirip tabiatnya burung beo…? Hadirpun tidak namun memutar mutar
berita sesuai agenda kepentingannya sendiri berdasarkan berita hasil
copy paste pula…, inilah yang namanya Jurnalisme burung beo. Semoga umat
Islam khususnya Aswaja tidak terkecoh lagi dengan pemberitaan yang
sejenis setelah membaca laporan pandangan mata saya ini.
Laporan Wartawan Sarkub:
(*Liga chaniago 20/04/2013)
Link http://www.sarkub.com/2013/kesaksian-tim-sarkub-di-kpi-membungkam-jurnalisme-abal-abal-wahabi/
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Anda sopan kamipun segan :)