كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ PECINTA RASULULLAH.COM menyajikan artikel-artikel faktual sebagai sarana berbagi ilmu dan informasi demi kelestarian aswaja di belahan bumi manapun Terimakasih atas kunjungannya semoga semua artikel di blog ini dapat bermanfaat untuk mempererat ukhwuah islamiyah antar aswaja dan jangan lupa kembali lagi yah

Sabtu, 28 April 2012

WAHABI MENGKAFIRKAN AYAH DAN BUNDA RASULULLAH SAW

 




WAHABI MENGKAFIRKAN AYAH DAN BUNDA RASULULLAH SAW.


Bukan rahasia umum bagi salafi wahabi dalam keyakinannya mengatakan bahwa kedua orang tua Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah termasuk golongan orang kafir [meninggal dalam kekafiran]. Anda bisa baca tuduhan keji mereka kepada kedua orang tua Nabi di sini …. http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2011/02/17/13367/status-ayah-dan-ibu-rasulullah-muslim-atau-kafir/ … Benarkah kedua orang tua Nabi kafir sedemikian yg dituduhkan?

Orang-orang Wahabi yang katanya paling beriman dan paling mengikuti sunnah, memang tidak bisa menjaga lidah dari ucapan mengkafirkan orang sembarangan tanpa pilih kasih, bahkan mudah saja mengatakan ayah ibu Rasulullah adalah kafir/musyrik. Tak kah kamu pertimbangkan ayat Allah:

“sesungguhnya orang2 musyrik adalah najis” (surat at-Taubah azat 28)
Ya memang para ulama dalam menafsirkan ayat di atas ada yang mengartikan najis dalam arti hakiki hingga orang-orang kafir tidak boleh memasuki mesjid, dan ada juga para ulama yang menafsirkan najis dalam arti majazi, hingga maksudnya adalah najis dalam hal aqidah.

Tapi tetap saja, makna mana sajapun yang diambil dari kedua ayat di atas, sangat menyakiti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Bagaimana mungkin seorang Rasulullah yang suci dilahirkan daripada orang-orang yang beraqidahkan najis atau dilahirkan dari daging dan darah yang najis. La haulun wa la quwwatun illa billah.

Lihatlah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم

Sesungguhnya Allah mensucikan daripada anak2 Ibrahim: Ismail, mensucikan daripada anak2 Ismail: Kinanah, mensucikan daripada Kinanah Quraisy, dan mensucikan daripada Quraisy: Bani Hasyim, dan Allah mensucikan aku daripada Bani Hasyim.(Hadits riwayat Muslim)

Cobalah pikir ,apakah mungkin Allah mensucikan mereka, dari generasi ke generasi, sementara mereka adalah orang2 kafir???

Dan kemudian apakah kalian lupa dengan firman Allah:
إِنَّمَا يريدُ اللَّه لِيُذْهِب عَنْكُم الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْت وَيطَهِّرَكُم تَطْهِيراً

"Sesungguhnya Allah hanya ingin menghilangkan najis dari ahlul baitmu dan mensucikan mu dengan sesuci-sucinya."

Inilah kesalahan wahabi. Mereka tidak pernah melihat dalil-dalil lain yang lebih kuat dan lebih qoth’i. Sudahlah cara mereka sangat tekstual dalam memahami nash ditambah pula tak mau melihat dan menggabungkan dalil-dalil lain yang ada. Maka hancurlah istimbath mereka dalam segala bidang, baik fiqih, tauhid maupun tasawuf. Inilah yang menjadi sebab kenapa mereka mengharamkan isbal, pembangungan kubur, pemahaman tentang makna bid’ah dan banyak lagi.

Lalu bagaimana dengan hadits riwayat Muslim:

حدثنا يحيى بن أيوب ومحمد بن عباد واللفظ ليحيى قالا حدثنا مروان بن معاوية عن يزيد يعني بن كيسان عن أبي حازم عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم استأذنت ربي أن أستغفر لأمي فلم يأذن لي واستأذنته أن أزور قبرها فأذن لي

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun untuk ibuku maka Dia tak mengizinkanku, kemudian aku minta izin untuk menziarahi kuburnya maka Dia mengizinkan aku. (HR. Muslim 976, juga diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud,  An Nasa’I dan Ibnu Hibban, semuanya dari jalur Abu Hurairah)

Mendengar hadits ini, maka kita jangan tergesa-gesa megatakan bahwa ibu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah kafir. Wal ‘iyadzubillah…

Harus kita teliti dulu pendapat para ulama tentang pemahaman hadits itu sebenarnya bagaimana. Mari kita dengar apa kata Imam Suyuthi penutup amirul mukminin fil hadits:

“ Adapun hadits tersebut maka tidak mesti diambil daripadanya hukum kafir berdasarkan dalil bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga ketika di awal-awal Islam dilarang untuk menyolatkan dan mengistighfarkan orang mukmin yang ada hutangnya tapi belum dilunaskan karena istighfar Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan dijawab Allah dengan segera, maka siapa yang diistighfarkan Rasul dibelakang doanya akan sampailah kepada derajat yang mulia di surga, sementara orang yang berhutang itu tertahan pada maqomnya sampai dilunaskan hutangnya sebagaimana yang ada dalam hadits (jiwa setiap mukmin terkatung dengan hutangnya sampai hutangnya itu dilunaskan). Maka seperti itu pulalah ibu Nabi alaiha salam bersamaan dengan posisinya sebagi seorang wanita yang tak pernah menyembah berhala, maka beliaupun tertahan dari surga di dalam barzakh; karena ada sesuatu yang lain diluar kufur.”[At-Ta’zhim wal Minnah Suyuthi hal 29]

Kemudian mari kita simak apa kata Al-Allamah Al Arif Billah Syaikh Zaki Ibrahim pimpinan Tariqat Syadziliyah Asyirah Muhammadiyah di Mesir:

1. Bahwasanya istighfar adalah bagian dari penghapusan dosa, maka  seseorang tidak akan berdosa selama dakwah Islam belum sampai kepadanya. Maka tidak perlulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memintakan ampun untuk orang yang belum terhitung telah melakukan dosa dan Allahpun juga tak akan mengiqobnya sebagai dosa. Maka memintakan ampun kepada ibunya, adalah suatu hal yang sia-sia, dan bukanlah daripada sifat para Nabi melakukan suatu hal yang sia-sia.
2. Sesungguhnya ahlul bait Nabi tak akan masuk ke dalam neraka dan ibunya adalah daripada ahlul bait Nabi sebagaimana yang dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dan lainnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Aku memohon kepada Allah supaya tidak ada satupun ahlul baitku yang masuk ke dalam neraka, maka Allah mengabulkan permhonanku.” Dan begitupula yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari dari Ibnu Abbas tentang penafsiran ayat: wa la saufa yu’tika Rabbuka fa tardha; dan daripada keridhoan Muhammad adalah tidak ada satu daripada ahlul baitnya yang masuk ke dalam neraka. Maka memintakan ampun kepada ibunya dalam kondisi yang seperti ini juga merupakan suatu hal yang sia-sia dan percuma, dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disucikan Allah dari hal yang percuma dan sia-sia.[‘Ismatun Nabi Zaki Ibrahim hal.96]

Ketiga pemahaman yang diungkapkan oleh dua ulama kita di atas sangatlah mewakili pemahaman jumhur ulama lainnya yang tidak pernah mengatakan bahwa ibu Rasulullah adalah kafir.


Jika kita kaji lebih mendalam sesuai apa yang dijelaskan oleh para ulama dan termasuk ulama wahabi sendiri tidaklah demikian adanya.

Dalam Kitab “Dhawabith Takfir Al-Mu’ayyan menurut Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah Al-Harrani” karangan Abi Al-‘Ula Rasyid bin Abi Al-‘Ula Rasyid cetakan Maktabah Ar-Rusyd tahun 1425 H/2004 M pada hal. 49 dan 51 dijelaskan sbb:

“Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebelum mengkafirkan seseorang dengan nyata-nyata syaratnya harus telah ditegakkannya hujjah [sampainya hujjah], dan itu menjadi dasar ucapan-ucapannya dalam sebagian yang telah dihukumi kafir, “Tetapi sebagian manusia yang bodoh [tidak mengetahui] beberaka hukum karena terhalang kebodohannya, maka tidak boleh seseorang menghukumi kafir sehingga tegaknya hujjah [sampainya hujjah] padanya dari arah sampainya risalah kenabian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (Dan tidaklah kami mengadzab mereka, sehingga kami mengutus kepadanya seorang Rasul) {QS. Al-Isra’: 15} [Majmu’ Fatawa jus 11 hal. 406]”

“Syeikh Hamid bin Nashir bin Ma’mar seorang ulama pendakwah murid dari Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Semua orang yang sudah sampai kepadanya Al-Qur’an dan dakwah [risalah/diutusnya] Rasul, maka telah ditegakkan hujjah kepadanya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (…supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya)). {QS. Al-An’am: 19).”

Dan pada hal. 54 Syeikh Ishaq bin Abdurrahman An-Najd berkata, “Dan yang dimaksud: tegaknya hujjah adalah sebab telah diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampainya Al-Qur’an [kepadanya], siapa saja yang mendengar dakwah Rasulullah dan telah sampainya Al-Qur’an kepadanya, maka telah ditegakkannya hujjah [hukum]. Dan inilah yang dimaksud oleh ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.”

KESIMPULAN, JIKA SALAFI WAHABI SAAT INI MEYAKINI BAHWA KEDUA ORANG TUA NABI MUHAMMAD ADALAH MASIH KAFIR, ITU LEBIH DISEBABKAN OLEH PRASANGKA KEDENGKIAN SEMATA, BUKTINYA PARA ULAMA MEREKA SAJA DENGAN DASAR AYAT-AYAT AL-QUR’AN DI ATAS DALAM PENJELASANNYA TERNYATA “SIAPAPUN ORANG YANG BELUM MENDAPATKAN DAKWAH RASUL DAN SAMPAINYA AL-QUR’AN KEPADANYA TIDAKLAH DIHUKUMI KAFIR.” Wallahu a’lam bish-Shawab.


------------------------------------------------------------------------------------------------
Akhirnya saya tutup dengan sebuah kisah Imam Al-Qodhi Abu Bakar ibnu Al-Arabi salah seorang ulama muhaqqiqin besar Malikiyah  pernah ditanya: Bahwa ada orang yang mengatakan orang tua Nabi shallallahu alaihi wa sallam di neraka. Apa jawab Ibnu Al-Arobi? Beliau mengatakan; “Terlaknat orang yang mengatakan orang tua Nabi di neraka karena Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasulullah, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat dan Allah menyiapkan kepada mereka adzab yang hina” ( Al-Ahzab 57)
------------------------------------------------------------------------------------------------

2 komentar :

  1. apakah tulisan sbb:
    ----
    Sesungguhnya ahlul bait Nabi tak akan masuk ke dalam neraka dan ibunya adalah daripada ahlul bait Nabi sebagaimana yang dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dan lainnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Aku memohon kepada Allah supaya tidak ada satupun ahlul baitku yang masuk ke dalam neraka, maka Allah mengabulkan permhonanku.” Dan begitupula yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari dari Ibnu Abbas tentang penafsiran ayat: wa la saufa yu’tika Rabbuka fa tardha; dan daripada keridhoan Muhammad adalah tidak ada satu daripada ahlul baitnya yang masuk ke dalam neraka. Maka memintakan ampun kepada ibunya dalam kondisi yang seperti ini juga merupakan suatu hal yang sia-sia dan percuma, dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disucikan Allah dari hal yang percuma dan sia-sia.[‘Ismatun Nabi Zaki Ibrahim hal.96]
    ----
    riwayat yg kuat, shohih, dan diakui jumhur ulama?
    karena Habib Munzir menyatakan bahwa Habib (Ahlul Bait) ada yg bukan sunni, coba baca di http://tuing.com/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=5605&catid=9 , sbb:
    --------
    Mengenai para habaib itu, anda tak usah heran, karena habaib itu bukan nabi, mereka ada yg wahabi, ada yg Nasrani, ada yg Yahudi, bahkan ada yg hindu.
    ------

    mohon pencerahannya

    BalasHapus
  2. DALIL SHAHIH TENTANG IBU DAN BAPAK NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM MASUK
    NERAKA.

    Hadits Pertama.

    "Artinya : Dari Anas, bahwa seorang laki-laki pernah bertanya, "Ya
    Rasulullah ! Di manakah tempat ayahku ?" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wa
    sallam, "Di Neraka!" Maka tatkala orang itu berpaling hendak pergi, beliau
    memanggilnya, lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya bapakku dan bapakmu
    tempatnya di neraka" [Hadits shahih Riwayat Muslim juz I halaman 132 dan
    133]

    Periksa kitab Qaa'idatun Jalilah At-Tawassul wal Wasilah, halaman 8 cetakan
    tahun 1977 Lahore-Pakistan, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

    Hadits Kedua.

    "Artinya : Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wa
    sallam pernah ziarah ke kubur ibunya, lalu ia menangis yang menyebabkan
    orang-orang disekelilingnya (para shahabat) turut menangis. Lalu beliau
    bersabda, 'Aku meminta izin kepada Tuhanku supaya aku dibolehkan untuk
    memohonkan ampun baginya, tapi tidak diizinkan bagiku. Lalu aku meminta izin
    supaya aku dibolehkan menziarahi kuburnya, maka diizinkan bagiku. Oleh
    karena itu ziarahilah kubur-kubur itu, karena menziarahi kubur itu dapat
    mengingat mati" [Hadits shahih Riwayat Muslim (3/65), Abu Daud (no 3234),
    Nasa'i (2/72), Ibnu Majah (no. 1572), Baihaqi (4/76), Ahmad dan Thahawi
    (3/189).

    Periksalah kitab : Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 halaman 393, 394 dan 395,
    Ahkamul Janaaiz halam 187, 188 masalah ke-121 oleh Muhaddits Syaikh
    Muhammadn Nashiruddin Al-Albani.

    Hadits Ketiga.

    "Artinya : Dari Buraidah, ia berkata, "Kami pernah bersama Nabi shallallahu
    'alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan/safar, lalu beliau turun bersama
    kami, sedangkan kami pada waktu itu mendekati seribu orang. Kemudian beliau
    shalat dua rakaat (mengimami kami), setelah selesai beliau menghadapkan
    wajahnya kepada kami sedangkan kedua matanya mengalir air mata. Lalu
    bangkitlah Umar bin Khaththab menghampirinya dan berkata. 'Ya Rasulullah,
    mengapakah engkau (menangis)?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya aku telah
    meminta kepada Tuhanku Azza wa Jalla untuk memohon ampunan bagi ibuku, akan
    tetapi Ia tidak memberiku izin kepadaku, maka dari itulah mengalir air
    mataku karena kasihan kepadanya yang ia termasuk (penghuni) neraka". [Hadits
    shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Hakim (1/376), Ibnu Hibban (no.
    791), Baihaqi (4/76) dan Tirmidzi]

    Tiga hadits diatas jadi dalil yang kuat dan shahih serta tegas dan terang
    bahwa ibu-bapak Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk neraka. Kemudian
    mengapakah kaum yang keras kepala itu masih bertahan atas pendirian mereka
    yang salah itu ?

    Hadits ini juga mengandung hukum bahwa kita boleh menziarahi kubur
    orang-orang kafir asalkan tidak mendo'akannya. Karena sabda Nabi shallallahu
    'alaihi wa sallam, "Ziarahhilah kubur-kubur, karena menziarahi kubur itu
    dapat mengingat mati", ini bersifat umum, baik kubur muslim maupun kubur
    kafir, karena semuanya itu dapat mengingatkan kita kepada mati dan
    akhirat.[Ditulis pada tanggal 15-6-1986]

    BalasHapus

Anda sopan kamipun segan :)